أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
وَمَا مِنْ دَاۤ بَّةٍ فِى الْاَ رْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَ يَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (QS. Hud 11: Ayat 6)
Rezeki adalah jaminan dari Allah
Dalam tafsir lengkap Kementrian Agama RI; Binatang-binatang yang melata, yang hidup di bumi yang meliputi binatang yang merayap, merangkak, atau pun yang berjalan dengan kedua kakinya, semuanya dijamin rezekinya oleh Allah. Binatang-binatang itu diberi naluri dan kemampuan untuk mencari rezekinya sesuai dengan fitrah kejadiannya, semuanya diatur Allah dengan hikmat dan kebijaksanaan-Nya sehingga selalu ada keserasian. Jika tidak diatur demikian, mungkin pada suatu saat ada binatang yang berkembang-biak terlalu cepat, sehingga mengancam kelangsungan hidup binatang-binatang yang lain, atau ada yang mati terlalu banyak, sehingga mengganggu keseimbangan lingkungan. Jika ada sebagian binatang memangsa binatang lainnya, hal itu adalah dalam rangka keseimbangan alam, sehingga kehidupan yang harmonis selalu dapat dipertahankan.
Allah mengetahui tempat berdiam binatang-binatang itu dan tempat persembunyiannya, bahkan ketika masih berada dalam perut induknya. Pada kedua tempat itu, Allah senantiasa menjamin rezekinya dan semua itu telah tercatat dan diatur serapi-rapinya di Lauh Mahfudh, yang berisi semua perencanaan dan pelaksanaan dari seluruh ciptaan Allah secara menyeluruh dan sempurna.
Rezeki adalah jaminan dari Allah, meskipun kadang datangnya tidak sesuai waktu atau cara yang kita bayangkan. Banyak kisah inspiratif yang mencerminkan makna ayat ini.
Burung yang Pergi Pagi dan Pulang Sore
Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih: “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Burung pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Makna kisah ini sangat berkaitan dengan QS Hud ayat 6. Seekor burung tak tahu ke mana akan menemukan makanan hari itu, tapi tetap berusaha keluar dari sarangnya dengan tawakal penuh kepada Allah. Dan setiap sore, ia pulang dengan perut kenyang.
Pelajaran:
•Burung tidak tinggal diam menunggu makanan datang. Ia tetap ikhtiar—bergerak, berusaha, berkelana.
•Namun, hasil akhirnya—rezeki itu—dijamin oleh Allah, sesuai janji-Nya dalam QS Hud: 6.
Kisah Seorang Penjual Es yang Kehabisan Modal
Ada kisah nyata seorang penjual es keliling yang kehabisan uang dan bingung bagaimana bisa membeli es untuk dijual. Saat dia termenung di masjid, dia hanya berkata dalam hati: “Ya Allah, Engkau yang menjamin rezeki semua makhluk-Mu. Aku sudah lelah berusaha, tolong aku.”
Beberapa menit kemudian, datang seorang pria tua dari luar kota yang hendak membagikan sedekah dan melihat penjual itu duduk termenung. Orang tua itu lalu memberinya uang, cukup bahkan untuk membeli persediaan dagangan seminggu.
Pelajaran dari kisah ini:
• Saat usaha terasa mentok, jangan lupa bahwa Allah tahu rezeki kita dan bagaimana cara mengantarkannya.
• Keyakinan yang kuat bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang bertawakal akan membuka jalan yang tak terduga.
QS Hud:6 tidak mengajarkan kita untuk pasrah tanpa usaha. Justru ia menanamkan ketenangan batin bahwa hasil bukanlah beban kita—rezeki sudah dijamin. Yang dituntut dari kita adalah usaha dan tawakal.
“Allah tidak pernah lupa, bahkan pada seekor semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di malam gelap.” (Tafsir sebagian ulama terhadap makna ayat-ayat rezeki).
Doa dan dzikir yang sangat relevan:
حَسْبِيَ ٱللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ ٱلْعَرْشِ ٱلْعَظِيمِ
(Hasbiyallāhu lā ilāha illā huwa, ‘alayhi tawakkaltu wa huwa Rabbul-‘Arsyil-‘Aẓīm)
“Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan ‘Arsy yang agung.” (QS At-Taubah: 129)