أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
اَ لَاۤ اِنَّهُمْ يَثْنُوْنَ صُدُوْرَهُمْ لِيَسْتَخْفُوْا مِنْهُ ۗ اَ لَا حِيْنَ يَسْتَغْشُوْنَ ثِيَا بَهُمْ ۙ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّوْنَ وَمَا يُعْلِنُوْنَ ۚ اِنَّهٗ عَلِيْمٌ بِۢذَا تِ الصُّدُوْرِ
“Ingatlah, sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) memalingkan dada untuk menyembunyikan diri dari dia (Muhammad). Ingatlah, ketika mereka menyelimuti dirinya dengan kain, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka nyatakan, sungguh, Allah Maha Mengetahui (segala) isi hati.” (QS. Hud 11: Ayat 5)
Allah mengetahui apa yang disembunyikan dan yang ditampakkan oleh manusia, bahkan ketika mereka berusaha menyembunyikan diri dari-Nya. Tidak ada tempat persembunyian dari pengawasan-Nya, karena Dia Maha Mengetahui isi hati yang paling dalam.
Dalam tafsir ringkas Kementrian Agama RI; Setelah menjelaskan bahwa seluruh manusia akan kembali dan menghadap Allah pada Hari Kiamat nanti, lalu ayat ini menjelaskan bahwa pengetahuan Allah meliputi apa saja yang ditampakkan maupun yang disembunyikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka, yaitu orang-orang munafik, memalingkan dada dari kebenaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad, untuk menyembunyikan sesuatu dalam diri, yakni permusuhan dan kemunafikan mereka dari dia, yakni Nabi Muhammad. Ingatlah, ketika mereka dengan sungguh-sungguh menyelimuti, menutupi diri-nya dengan kain agar tidak terlihat oleh Allah dan Nabi Muhammad, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka nyatakan, yakni tampakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati dan segala yang tersembunyi
Kisah kiyai yang menyuruh santrinya menyembelih ayam di tempat yang tidak ada yang melihat adalah kisah hikmah yang cukup dikenal dalam dunia pesantren. Kisah ini sering digunakan untuk mengajarkan nilai kejujuran, pengawasan Allah (muraqabah), dan keimanan yang tulus.
Seorang kiyai memberikan ayam kepada beberapa santri dan berkata: “Sembelihlah ayam ini di tempat yang tidak seorang pun melihat.” Semua santri kembali dengan ayam yang telah disembelih. Namun, satu santri datang membawa ayamnya masih hidup.
- Kiyai bertanya: “Mengapa kamu tidak menyembelih ayammu?”
- Santri itu menjawab: “Saya tidak menemukan tempat yang tidak ada yang melihat. Di mana pun saya pergi, Allah pasti melihat saya.”
- Kiyai tersenyum dan berkata: “Engkaulah yang benar-benar memahami maksudku.”
Hubungan Kisah dengan QS : Hud Ayat 5
- Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada tempat persembunyian dari Allah. Bahkan ketika manusia menyembunyikan diri di balik pakaian atau di tempat tersembunyi, Allah tetap melihat dan mengetahui niat, bisikan, dan isi hati mereka.
- Santri dalam kisah tersebut telah memahami hakikat muraqabah: bahwa pengawasan Allah itu mutlak dan tak bisa dielakkan, sebagaimana makna dalam QS Hud:5.
- Sementara santri-santri lain berpikir secara duniawi (tidak ada manusia yang melihat), satu santri sadar bahwa yang dimaksud adalah tidak terlihat oleh Allah, dan itu mustahil.
Pelajaran:
- Kesadaran akan pengawasan Allah (muraqabah) adalah salah satu ciri keimanan yang tinggi.
- Kisah santri ini bisa menjadi penjelas kontekstual untuk QS Hud ayat 5, karena mengandung makna bahwa sekalipun manusia bisa bersembunyi dari sesama, tak ada tempat sembunyi dari Allah.
- Ini juga menjadi pelajaran bahwa amal dan niat kita harus disertai kesadaran akan Allah, bukan hanya karena pengawasan manusia.
Doa Muraqabah (Pengawasan Allah) ;
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِمَّنْ يَسْتَحْيِي مِنْكَ فِي الخَلَاءِ كَمَا يَسْتَحْيِي مِنْكَ فِي الْعَلَنِ، وَارْزُقْنِي خَوْفَكَ فِي السِّرِّ وَالْجَهْرِ، وَاجْعَلْ نِيَّتِي وَعَمَلِي خَالِصًا لِوَجْهِكَ يَا عَلِيمَ السَّرَائِرِ
“Allāhummajʿalnī mimman yastaḥyī minka fīl-khalā’i kamā yastaḥyī minka fīl-ʿalan, warzuqnī khawfaka fī as-sirri wal-jahr, wajʿal niyyatī wa ʿamalī khāliṣan li-wajhika yā ʿAlīma as-sarā’ir.”
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang malu kepada-Mu saat sendiri sebagaimana malu kepada-Mu di hadapan manusia. Karuniakan kepadaku rasa takut kepada-Mu baik di saat tersembunyi maupun terang-terangan. Dan jadikan niat serta amal perbuatanku tulus hanya karena-Mu, wahai Yang Maha Mengetahui rahasia-rahasia hati.”