Kebahagian di Akhirat tidak Ada Bandingannya

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

يٰۤـاَيُّهَا  الَّذِيْنَ  اٰمَنُوْا  مَا  لَـكُمْ  اِذَا  قِيْلَ  لَـكُمُ  انْفِرُوْا  فِيْ  سَبِيْلِ  اللّٰهِ  اثَّا قَلْـتُمْ  اِلَى  الْاَ رْضِ  ۗ اَرَضِيْتُمْ  بِا لْحَيٰوةِ  الدُّنْيَا  مِنَ  الْاٰ خِرَةِ  ۚ فَمَا  مَتَا عُ  الْحَيٰوةِ  الدُّنْيَا  فِى  الْاٰ خِرَةِ  اِلَّا  قَلِيْلٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa apabila dikatakan kepada kamu, Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah, kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah 9: Ayat 38)

Kesenangan di dunia bagaimanapun hebatnya tidaklah mempunyai arti apa-apa jika dibandingkan dengan kebahagiaan di akhirat

Dalam tafsir lengkap Kementrian Agama RI; Pada tahun ke-9 Hijri, Nabi Muhammad saw memerintahkan kaum Muslimin agar bersiap-siap menghadapi serangan orang-orang Nasrani di Tabuk, suatu tempat yang terletak antara Medinah dengan Damaskus, lebih kurang 610 km dari Medinah dan 692 km dari Damaskus. Pada saat sekarang berada di wilayah Kerajaan Saudi Arabia, daerah perbatasan dengan Yordania. Perintah persiapan ini didasarkan atas berita yang sampai kepada kaum Muslimin dari kaum Nibthi yang membawa dagangan minyak negeri Syam, bahwa bangsa Romawi bersama kaum Nasrani Arab yang terdiri dari kaum Lakhm, Judzam dan lain-lain yang jumlahnya kira-kira 40 ribu orang, lengkap dengan persenjataan dan perbekalan serta dipimpin seorang panglima besar bernama Qubaz telah siap untuk menyerbu kota Medinah, memerangi kaum Muslimin.

Barisan perintis mereka sudah sampai di perbatasan yang bernama Baqlas. Merupakan kebiasaan Nabi Muhammad saw apabila akan menghadapi perang, demi kemaslahatan ia merahasiakan hal-hal yang berhubungan dengan peperangan. Tetapi kali ini Nabi Muhammad saw secara terbuka memberi tahu kaum Muslimin tentang keadaan yang serba sulit dan susah, serta kekurangan, jauhnya jarak yang ditempuh, dan jumlah bala tentara dan kekuatan musuh yang akan dihadapi, agar mereka benar-benar mengadakan persiapan yang mantap.

Kaum Muslimin yang imannya teguh, kuat membaja, tanpa memikir keadaan yang serba sulit serta menyedihkan, bersiap-siap menunggu komando pemberangkatan. Para dermawan tidak segan-segan menyumbang-kan kekayaannya untuk kepentingan jihad fisabilillah. Utsman bin Affan menyumbang 10.000 dinar, 300 unta, lengkap dengan persenjataannya dan 50 kuda. Abu Bakar as-Siddiq menyumbangkan semua kekayaannya yaitu 4.000 dirham. Nabi Muhammad saw bertanya, “Apakah masih ada sesuatu yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Beliau menjawab, “Yang saya tinggalkan untuk keluargaku ialah Allah dan Rasul-Nya.” Umar bin Khathab menyumbang seperdua dari harta kekayaannya.

Ashim bin ‘Adi menyumbangkan 70 wasaq kurma (satu wasaq = 60 gantang, 150 liter). Kaum ibu juga tidak mau ketinggalan: perhiasan emas mereka berupa gelang, anting-anting, kalung, dan lain sebagainya, disumbangkan dengan penuh keikhlasan demi suksesnya perjuangan kaum Muslimin. Setelah segala sesuatunya dianggap siap, berangkatlah Nabi Muhammad saw memimpin sebuah ekspedisi bersama 30.000 orang menuju Tabuk. Muhammad bin Maslamah ditunjuk oleh Rasulullah saw untuk mengurus kota Medinah dan beliau mempercayakan kepada Ali bin Abi thalib mengurus rumah tangganya.

Di samping itu ada beberapa tentara Muslimin yang bermalas-malasan dan enggan ikut serta pergi ke Tabuk dengan dalih antara lain, bahwa belum lama mereka kembali dari Perang hunain dan thaif. Juga pada waktu itu musim panas sedang sangat teriknya, musim paceklik, sukar memperoleh kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan lain sebagainya. Karena sulitnya mendapat makanan sebiji kurma dibagikan untuk makanan dua orang, sedang pada waktu itu buah-buahan di Medinah seperti kurma sudah mulai masak, dan tak lama lagi bisa dipetik.

Ayat ini mencela dan mengutuk perbuatan orang-orang yang enggan berperang meskipun situasi memang sangat sulit. Dari kejadian ini dapat diketahui dengan jelas, siapa di antara kaum Muslimin yang benar-benar beriman, dan siapa di antara mereka yang munafik, yang hanya pura-pura beriman. Salah satu tanda bahwa iman seseorang itu benar ialah dia rela mengorbankan harta dan kalau perlu jiwanya untuk jihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah swt:

Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (al-hujurat/49: 15)

Sedangkan orang-orang munafik yang hanya pura-pura beriman, lebih mengutamakan kesenangan hidup di dunia daripada kebahagiaan di akhirat kelak yang sifatnya kekal abadi. Padahal kesenangan di dunia bagaimanapun hebatnya tidaklah mempunyai arti apa-apa jika dibandingkan dengan kebahagiaan di akhirat. Sabda Rasulullah saw:
Demi Allah tiadalah dunia ini (jika dibandingkan) dengan akhirat kecuali (hanya) seperti salah seorang kamu yang mencelupkan jarinya ke dalam laut, kemudian diangkatnya. Maka lihatlah apa yang hanya terbawa oleh jarinya. (Riwayat Muslim, Ahmad dan at-Tirmidzi dari al-Miswar)

Kesenangan di dunia, sehebat apa pun, tidaklah berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kebahagiaan di akhirat. Banyak orang mengejar sesuatu yang belum pasti dan bernilai kecil, sementara kesenangan akhirat yang jauh lebih agung dan pasti sering kali diabaikan. kesenangan dunia hanyalah kesenangan yang menipu memiliki dasar dalam Al-Qur’an. Salah satu ayat yang sering dijadikan rujukan adalah:

1. Surah Al-Hadid (57:20); “Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, sesuatu yang melalaikan, perhiasan, saling berbangga di antara kamu, dan berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)

2. Surah Ali Imran (3:185); “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempurnakan balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran: 185)

“Ya Allah, jangan jadikan dunia sebagai tujuan terbesar kami dan puncak ilmu kami, serta jangan Engkau kuasakan atas kami orang yang tidak memiliki belas kasihan kepada kami. Ya Allah, perlihatkanlah kepada kami yang benar itu sebagai kebenaran dan anugerahkanlah kepada kami kemampuan untuk mengikutinya. Dan perlihatkanlah kepada kami yang batil itu sebagai kebatilan dan anugerahkanlah kepada kami kemampuan untuk menjauhinya.

Ya Allah, jangan Engkau palingkan hati kami setelah Engkau memberi kami petunjuk, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Berilah kami taufik untuk beramal shalih yang bermanfaat bagi kami di akhirat, dan anugerahkan kepada kami husnul khatimah.”