أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
وَلَوْ اَرَا دُوْا الْخُـرُوْجَ لَاَ عَدُّوْا لَهٗ عُدَّةً وَّلٰـكِنْ كَرِهَ اللّٰهُ انْبِۢعَا ثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيْلَ اقْعُدُوْا مَعَ الْقٰعِدِيْنَ
“Dan jika mereka mau berangkat, niscaya mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Dia melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan (kepada mereka), Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.”(QS. At-Taubah 9: 46)
Amal baik itu sangat tergantung pertolongan Allah
Dalam tafsir lengkap Kementrian Agama RI; Ayat ini menerangkan bukti kepalsuan sumpah mereka dan kebohongan ucapan mereka, yaitu tidak terdapatnya tanda-tanda bahwa mereka akan ikut berperang. Kalau benar mereka mau berangkat ke medan perang tentunya mereka menyiapkan peralatan yang diperlukan seperti bekal, kendaraan, senjata, dan sebagainya.
Tidak berangkatnya orang-orang munafik ke medan perang merupakan keuntungan bagi kaum Muslimin, karena kalau mereka ikut bersama ke medan perang, mereka tentu akan mengadu domba antara kaum Muslimin dan mengacaukan barisan. Itulah sebabnya Allah menjadikan niat mereka lemah, khawatir, dan ragu-ragu di dalam hatinya, menyebabkan mereka merasa enggan dan tidak mau berangkat, seakan ada yang mengatakan kepada mereka dengan nada marah, “Tinggal sajalah kamu sekalian bersama anak-anak, perempuan, orang lemah, orang sakit, dan tak usah berangkat ke medan perang.” Perkataan ini menyenangkan orang-orang munafik karena dianggapnya kata-kata itu sesuai dengan kehendak dan keinginannya, sekalipun kata-kata itu diucapkan dengan nada yang kurang menyenangkan.
Segala sesuatu di alam semesta ini, termasuk amal perbuatan manusia, terjadi dengan izin dan kehendak Allah (takwil dan takdir Allah). Ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir: 29)
Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa manusia tidak dapat melakukan atau menghendaki sesuatu kecuali jika Allah mengizinkannya. Ini menunjukkan bahwa kemampuan manusia untuk berbuat kebaikan pun bergantung sepenuhnya pada pertolongan dan hidayah dari Allah.
Namun, penting juga untuk memahami bahwa Allah telah memberi manusia kebebasan untuk berusaha dan berikhtiar. Manusia diperintahkan untuk berusaha dan bertawakal (berserah diri) kepada Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bersungguh-sungguhlah dalam hal yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan merasa lemah.” (HR. Muslim, no. 2664)
Dari sini, kita diajarkan bahwa amal baik harus diiringi dengan ikhtiar (usaha) yang serius, doa (permohonan kepada Allah), dan tawakal (berserah diri kepada Allah). Meskipun segala sesuatu bergantung pada kehendak Allah, manusia tetap diberi tanggung jawab untuk berusaha.
– Usaha dan ikhtiar manusia diperlukan, tetapi keberhasilan amal baik itu tergantung pada izin dan kehendak Allah.
– Doa dan tawakal adalah cara untuk memohon pertolongan dan kemudahan dari Allah.
– Hikmahnya, manusia tidak boleh sombong terhadap amal baiknya, karena semua itu terjadi atas kehendak dan pertolongan Allah.
Semoga kita dimudahkan untuk melakukan amal baik dan dihindarkan untuk melakukan amal buruk.