أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
فَكُلُوْا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلٰلاً طَيِّبًا ۖ وَّا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Maka, makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Anfal 8: Ayat 69)
Harta rampasan perang adalah harta yang halal dan baik
Dalam tafsir lengkap Kementrian Agama RI; Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang terhadap hamba- hamba-Nya, maka dengan sifat mulia ini Allah mengampuni dan tidak menimpakan siksaan kepada kaum Muslimin, bahkan memberikan hak kepada mereka untuk memakan dan memiliki harta rampasan yang didapat dalam peperangan termasuk uang tebusan itu sebagaimana tersebut dalam riwayat berikut ini:
Diriwayatkan bahwa pada mulanya kaum Muslimin tidak mau mempergunakan harta tebusan yang dibayar oleh kaum musyrikin, karena takut akan tersalah lagi apabila belum ada wahyu yang mengizinkan mereka memanfaatkannya, maka turunlah ayat ini. Ini adalah suatu bukti lagi bagi mereka atas rahmat dan kasih sayang Allah kepada mereka. Sesudah mereka melakukan kesalahan, mereka diampuni dan dibebaskan dari siksaan atas kesalahan itu, kemudian diizinkan pula memakan dan memiliki hasil dari tindakan salah itu, yaitu uang tebusan yang mereka terima dari para tawanan. Allah menegaskan bahwa harta yang didapat dari penebusan tawanan itu adalah halal dan baik, bukan seperti daging babi dan bangkai. Kemudian Allah menyuruh mereka agar selalu bertakwa kepada-Nya dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, karena Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Harta rampasan perang, atau ghanimah, dianggap halal dan baik dalam Islam karena memenuhi beberapa kriteria yang menjadikannya sah, adil, dan bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Berikut adalah alasan mengapa ghanimah memiliki status tersebut:
1. Perintah dan Ketentuan Syariat.
Dalam Islam, ghanimah diatur oleh syariat, khususnya dalam Al-Qur’an dan hadits. Allah mengizinkan harta rampasan perang diambil oleh kaum Muslimin setelah perang yang sah. Al-Qur’an menyebutkan dalam Surah Al-Anfal ayat 41 bahwa dari ghanimah, seperlima diperuntukkan bagi Allah, Rasul-Nya, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang miskin, dan para musafir. Hal ini menunjukkan bahwa ghanimah memiliki ketentuan tersendiri yang menjadikannya diperbolehkan dan dikelola dengan adil.
2. Sebagai Kompensasi Perjuangan di Jalan Allah.
Para pejuang yang mempertaruhkan nyawa dan harta di jalan Allah mendapatkan kompensasi dari ghanimah sebagai penghargaan atas usaha mereka membela agama dan melindungi umat Islam. Dalam konteks ini, ghanimah adalah salah satu bentuk penghargaan dari Allah kepada mereka yang berjuang dengan ikhlas.
3. Memiliki Tujuan Kemaslahatan Umat.
Pembagian ghanimah bukan hanya untuk prajurit, tetapi juga untuk kebutuhan masyarakat luas, terutama mereka yang membutuhkan seperti yatim dan fakir miskin. Dengan adanya ghanimah, kebutuhan finansial kaum Muslimin bisa terpenuhi, terutama setelah melewati masa-masa sulit dalam peperangan.
4. Berbeda dari Perampasan yang Tidak Sah.
Ghanimah berbeda dari perampasan yang tidak sah, karena diperoleh melalui peperangan yang diizinkan oleh Allah dan sesuai dengan hukum Islam. Karena itu, statusnya halal dan baik, berbeda dengan harta yang diperoleh dari tindakan melanggar hukum atau mengambil hak orang lain secara paksa di luar ketentuan syariat.
Dengan kata lain, ghanimah dianggap halal dan baik karena diperoleh melalui cara yang dibenarkan oleh syariat, diperuntukkan untuk kemaslahatan umat, dan menjadi bagian dari distribusi kekayaan yang adil dalam Islam.
سَمِعْنَا وَاَ طَعْنَا غُفْرَا نَكَ رَبَّنَا وَاِ لَيْكَ الْمَصِيْرُ
Sami’na wa atho’na ghufronaka robana wa ilaykal mashir
“Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 285)