Tetaplah di Jalan yang Benar Apabila Berbuat Dosa Langsung Bertobat

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
فَا سْتَقِمْ  كَمَاۤ  اُمِرْتَ  وَمَنْ  تَا بَ  مَعَكَ  وَلَا  تَطْغَوْا  ۗ اِنَّهٗ  بِمَا  تَعْمَلُوْنَ  بَصِيْرٌ
“Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud 11: Ayat 112)
Khitobnya nabi Muhammad SAW, tapi ini berlaku untuk semua umatnya, tetaplah di jalan yang benar apabila berbuat dosa langsung bertobat
Dalam tafsir ringkas Kementrian Agama RI; Setelah diuraikan tentang keberadaan umat terdahulu yang ragu dan berselisih terhadap ajaran nabinya, maka pada ayat ini Allah memperingatkan kepada nabi dan umatnya agar konsisten terhadap ajaran yang benar. Maka tetaplah engkau wahai Nabi Muhammad, tetap teguh dan konsisten dalam melaksanakan perintah Allah dan menyeru ke jalan yang benar, sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan juga orang yang bertobat bersamamu dari perbuatan syirik dan dosa, dan janganlah kamu melampaui batas terhadap perintah dan larangan-Nya. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan kemudian akan memberikan balasan atas perbuatan yang kamu kerjakan.
Penjelasan dan intinya:
  • Khitob (seruan) memang ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ, tetapi secara hukum dan pesan juga berlaku untuk seluruh umatnya.
  • Allah memerintahkan untuk istiqamah di jalan yang benar, tidak menyimpang, tidak berlebihan (tidak melampaui batas).
  • Termasuk di dalamnya, ketika tergelincir dalam dosa, segera bertobat dan kembali pada ketaatan.
Inti Hud 112 bisa diringkas dalam satu kalimat seperti ini: “Tetaplah istiqamah di jalan yang benar sebagaimana diperintahkan Allah, dan jika tergelincir dalam dosa, segera bertobat serta jangan melampaui batas.”
Ayat ini menuntun kita agar hidup di jalan yang lurus dengan konsistensi dan keseimbangan.
Istiqamah bukan berarti tidak pernah jatuh dalam dosa, tetapi setiap kali tergelincir kita segera bangkit dan bertobat. Allah tidak meminta kesempurnaan, melainkan keteguhan untuk terus kembali kepada kebenaran, tanpa berlebihan dan tanpa melampaui batas. Allah menyukai yang bertobat bukan yang tidak pernah berbuat dosa, berbuat dosa, sadar itu adalah dosa langsung bertobat; keinginan untuk tidak berbuat dosa (mensucikan diri).
ۗ اِنَّ  اللّٰهَ  يُحِبُّ  التَّوَّا بِيْنَ  وَيُحِبُّ  الْمُتَطَهِّرِ يْنَ
“Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 222)
Istiqamah adalah jalan panjang menuju ridha Allah, dan tobat adalah jembatan yang memperbaiki setiap langkah yang keliru di jalan itu.
اللهم ثبت قلبي على دينك، واهدني صراطك المستقيم، واغفر لي إذا زللت، وتب عليّ إنك أنت التواب الرحيم
“Allahumma tsabbit qalbi ‘ala dinik, wahdini shirathaka al-mustaqim, waghfir li idza zalaltu, wa tub ‘alayya innaka anta at-tawwabur-rahim”
“Ya Allah, tetapkan hatiku di atas agama-Mu, tuntun aku di jalan-Mu yang lurus, ampunilah saat aku tergelincir, dan terimalah tobatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”