Tadabur QS. Yusuf Ayat 4; Allah Menyiapkan Takdir Jauh Sebelum Terjadinya

‎سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ.

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

اِذْ  قَا لَ  يُوْسُفُ  لِاَ بِيْهِ  يٰۤاَ بَتِ  اِنِّيْ  رَاَ يْتُ  اَحَدَ  عَشَرَ  كَوْكَبًا  وَّا لشَّمْسَ  وَا لْقَمَرَ  رَاَ يْتُهُمْ  لِيْ  سٰجِدِيْنَ

“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, Wahai Ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (QS. Yusuf 12: Ayat 4)

Bolehkah menakwilkan atau menafsirkan mimpi sebagaimana Nabi Yusuf menakwilkan mimpinya?”

Dalam tafsir ringkas Kementrian Agama RI; Setelah dijelaskan bahwa di antara wahyu Al-Qur’an yang diturunkan Allah berupa kisah-kisah umat terdahulu yang belum diketahui secara jelas oleh Nabi Muhammad dan umatnya, ayat ini menjelaskan tentang salah satu kisah tersebut, yaitu kisah Nabi Yusuf. Allah memulai kisah Nabi Yusuf dengan menceritakan perihal mimpinya.

Ketika Yusuf putra Nabi Yakub berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku bermimpi melihat sebelas bintang, yakni saudaranya yang berjumlah sebelas, matahari, yakni ayahnya dan bulan, yakni ibunya; kulihat semuanya sujud atau mengarahkan pandangannya dan hormat kepadaku.”

Ayat ini menjadi dasar bahwa menakwilkan mimpi diperbolehkan, asalkan dilakukan dengan ilmu, kehati-hatian, dan petunjuk dari Allah, sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi Yusup.

Tadabbur / Renungan:

  1.  Mimpi bisa menjadi isyarat dari Allah; Nabi Yusuf sejak kecil sudah diberi tanda kenabian melalui mimpi yang kelak menjadi kenyataan. Tidak semua mimpi sekadar bunga tidur; sebagian bisa membawa pesan dan petunjuk dari Allah.
  2. Allah menyiapkan takdir jauh sebelum terjadinya; Mimpi ini adalah pertanda masa depan Yusuf — bahwa ia akan dimuliakan setelah melalui banyak ujian. Jalan menuju kemuliaan sering dimulai dari sesuatu yang belum kita pahami sekarang.
  3. Adab Yusuf kepada ayahnya; Ia menyampaikan mimpinya dengan sopan dan lembut: “Ya abati (wahai ayahku yang tercinta).” Dalam menyampaikan sesuatu, sekalipun hal istimewa, tetap dijaga adab dan hormat kepada orang tua.
  4. Setiap kemuliaan membutuhkan kesabaran; Mimpi itu tidak langsung terwujud; Yusuf melewati masa sulit, dijual, dipenjara, baru kemudian diangkat derajatnya. Janji Allah selalu benar, tapi butuh waktu dan kesabaran untuk sampai pada takdir terbaik.
  5. Bintang, matahari, dan bulan adalah simbol pengakuan dan cinta keluarga; Di akhir kisah, seluruh keluarganya benar-benar bersujud menghormatinya (bukan sujud ibadah, tapi penghormatan). Kesetiaan kepada Allah akan berujung pada kehormatan di dunia dan akhirat.

QS. Yusuf ayat 4 menunjukkan bahwa kemampuan menakwilkan mimpi adalah karunia khusus yang Allah anugerahkan kepada para nabi, seperti Nabi Yusuf, bukan kemampuan umum bagi setiap manusia.

Tentang mimpi Nabi Ibrahim: Mimpi Nabi Ibrahim yang memerintahkan untuk menyembelih Nabi Ismail disebut dalam QS. As-Saffat ayat 102, yaitu: “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.” (QS. As-Saffat [37]: 102)

Dari ayat ini jelas bahwa mimpi para nabi adalah wahyu, bukan sekadar bunga tidur. Karena itu Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut dengan keyakinan penuh bahwa itu datang dari Allah.

Manusia biasa boleh menakwilkan mimpi, asalkan tidak mengklaim kebenaran pasti seperti wahyu.
Artinya, takwil mimpi bagi orang biasa hanya bersifat dugaan atau tafsiran

“Ya Allah, berikanlah kami pemahaman dan ketenangan seperti Yusuf, tunjukkanlah makna dari setiap peristiwa dalam hidup kami, dan jadikanlah mimpi serta harapan kami jalan menuju ridha-Mu.”