Tadabbur dari Hud Ayat 88 “Keteladanan Lebih Kuat dari Ucapan”

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
قَا لَ  يٰقَوْمِ  اَرَءَيْتُمْ  اِنْ كُنْتُ  عَلٰى  بَيِّنَةٍ  مِّنْ  رَّبِّيْ  وَرَزَقَنِيْ  مِنْهُ  رِزْقًا  حَسَنًا  وَّمَاۤ  اُرِ يْدُ  اَنْ  اُخَا لِفَكُمْ  اِلٰى  مَاۤ  اَنْهٰٮكُمْ  عَنْهُ  ۗ اِنْ  اُرِ يْدُ  اِلَّا  الْاِ صْلَا حَ  مَا  اسْتَطَعْتُ  ۗ وَمَا  تَوْفِيْقِيْۤ  اِلَّا  بِا للّٰهِ  ۗ عَلَيْهِ  تَوَكَّلْتُ  وَاِ لَيْهِ  اُنِيْبُ
“Dia (Syu’aib) berkata, Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.” (QS. Hud 11: Ayat 88)
Dakwah Nabi Syu’aib hanya untuk perbaikan dengan keteladanan, dan keberhasilannya semata-mata bergantung pada pertolongan Allah
Dalam tafsir ringkas Kementrian Agama RI; Mendengar sindiran mereka itu, dia -Nabi Syuaib- berkata, Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata tentang apa yang aku sampaikan kepadamu dari Tuhanku, dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik lagi banyak dan melimpah, pantaskah aku mengabaikan perintah dan larangan-Nya? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya, yakni aku tidak bermaksud melarang kamu melakukan sesuatu, sementara aku sendiri mengerjakan apa yang aku larang itu. Aku hanya bermaksud mendatangkan perbaikan dan keadilan selama aku masih sanggup melakukannya, bukan untuk memonopoli. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah Dan tidak ada taufik bagiku untuk menegakkan kebenaran melainkan dengan pertolongan Allah. Kepada-Nya aku bertawakal setelah berusaha maksimal, dan hanya kepada-Nya pula aku kembali, yakni mengembalikan segala urusan.
Pelajaran Tadabbur dari Hud 88
  1. Keteladanan lebih kuat dari ucapan – seorang da’i atau pemimpin tidak boleh melarang sesuatu lalu melanggarnya sendiri. Integritas adalah kunci keberhasilan dakwah.
  2. Tujuan dakwah adalah perbaikan (ishlah) – bukan mencari keuntungan dunia, kedudukan, atau kepentingan pribadi.
  3. Segala usaha butuh taufik Allah – sehebat apa pun kemampuan manusia, tanpa pertolongan Allah tidak akan berhasil.
  4. Tawakal adalah sandaran utama – manusia berusaha semampunya, lalu menyerahkan hasil sepenuhnya kepada Allah.
  5. Kembali kepada Allah (inabah) – setiap langkah perbaikan harus dilandasi niat tulus dan selalu kembali kepada-Nya.
Nabi Syuaib menegaskan bahwa tujuannya hanya untuk memperbaiki (islah), ia tidak mengajak kepada keburukan, dan semua taufik hanyalah dari Allah.
Doa supaya selalu untuk melakukan perbaikan dan selanjutnya bertawakal;
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْإِصْلَاحَ وَلَا يُرِيدُونَ الْفَسَادَ، وَوَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا
Allāhummaj‘alnā minal-ladzīna yurīdūnal-ishlāḥa wa lā yurīdūnal-fasād, wa waffiqnā limā tuḥibbu wa tarḍā, wa ‘alaika tawakkalnā wa ilaika anabnā.
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang menginginkan perbaikan, bukan kerusakan. Berilah kami taufik untuk melakukan apa yang Engkau cintai dan ridhai. Hanya kepada-Mu kami bertawakal, dan hanya kepada-Mu kami kembali.”