أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
هٰۤاَ نْـتُمْ هٰۤؤُلَآ ءِ حٰجَجْتُمْ فِيْمَا لَـكُمْ بِهٖ عِلْمٌ فَلِمَ تُحَآ جُّوْنَ فِيْمَا لَـيْسَ لَـكُمْ بِهٖ عِلْمٌ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ وَاَ نْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Begitulah kamu! Kamu berbantah-bantahan tentang apa yang kamu ketahui, tetapi mengapa kamu berbantah-bantahan juga tentang apa yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 66)
*Berbantah – bantahan *
Kebiasaan buruk yahudi dan nasrani berbantah-bantahan, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Muslim yang suka berbantah bantahan karakter yang tidak baik.
Agama Islam melarangnya baik lagi naik haji ataupun ngobrol biasa juga.
Secara eksplisit, Al-Qur’an telah menjelaskan hal-hal yang tidak boleh dilakukan orang yang sedang berhaji dalam tiga hal: yakni rafats, fusuq, dan jidal. Tiga hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 197:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
“Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berdebat di dalam masa mengerjakan haji.”
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ , رَضِيَ الله عَنْهُمَا , قَالَ : {فَلاَ رَفَث} ؟ قَالَ : الرَّفَثُ : الْجِمَاعُ ؟ {وَلا فُسُوقَ} ؟ قال : الْفُسُوقُ : الْمَعَاصِي ، {وَلاَ جدَالَ في الحَجِّ} ؟ قال : الْمِرَاء.
“Dari Ibnu Abbas Ra. berkata: rafats berarti berhubungan seks, sedangkan fusuq berarti maksiat, dan jidal berarti berbantahan.”
Berdebat memang diperbolehkan jika diperlukan, tapi alangkah baiknya jika seorang muslim menghindari perdebatan sekalipun dia berada di pihak yang benar. Karena debat hanya akan menimbulkan amarah, menyebabkan dengki yang merupakan salah satu penyakit hati, serta menimbulkan celaan terhadap orang lain. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Aku menjamin sebuah rumah di pinggir jannah (surga) bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan berkepanjangan meskipun ia dalam kebenaran (al haq), juga sebuah rumah di tengah jannah bagi siapa saja yang meninggalkan berbohong walaupun ia sedang bercanda, serta sebuah rumah di puncak jannah bagi siapa saja yang berakhlak mulia. (HR. Abu Daud, No. 4800)
Seperti yang dijelaskan di hadits di atas, hukum berdebat khususnya meninggalkan perdebatan sangat dianjurkan karena siapapun yang meninggalkannya akan diberi hadiah rumah di surga. Maksud meninggalkan debat adalah bersikap mengalah meskipun kita ada di pihak yang benar. Karena toh sebenarnya debat sendiri punya banyak kerugian, di antaranya:
Debat kusir yang panjang hanya akan membuang-buang waktu
Membuat hati lebih keras karena sering merasa sakit hati dan menyimpan dendam untuk membalas
Berdebat dapat menimbulkan perpecahan atau permusuhan antar umat muslimin dan umat beragama lainnya
Terus menerus berdebat membuat kita kehilangan rumah di surga
Debat kusir berkepanjangan membuat niat untuk mencari kebenaran melenceng.
Berdebat ingin memperlihatkan kitalah yang palibg benar dan jauh dari sifat tawadhu.
Semoga kita selalu diberikan ahlak yang baik, tidak merasa paling benar dan merenadhkan hati jauh dari sifat sombong.