Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ اَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَاۤ اَوْحَيْنَاۤ اِلَيْكَ هٰذَا الْقُرْاٰ نَ ۖ وَاِ نْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الْغٰفِلِيْنَ
“Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui.” (QS. Yusuf 12: Ayat 3)
Nabi Muhammad yang tadinya tidak mengetahui, karena wahyulah nabi Muhammad jadi mengetahui kisah kisah umat terdahulu
Dalam tafsir ringkas Kementrian Agama RI; Allah menurunkan ayat ini dan sesudahnya ketika sekelompok orang Yahudi meminta Nabi Muhammad menceritakan kisah Nabi Yusuf dan Nabi Yakub, lalu turunlah ayat berikut ini. Kami akan menceritakan kepadamu wahai Nabi Muhammad suatu kisah umat-umat terdahulu untuk menguatkan hatimu dan menjadi pelajaran bagi umatmu. Kisah ini adalah kisah yang paling baik karena sarat dengan pesan, nasihat, dan pelajaran yang diuraikan dengan susunan bahasa yang indah dan menarik.
Kisah itu Kami turunkan dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum Kami mewahyukannya itu termasuk orang yang tidak mengetahui tentang kisah-kisah umat terdahulu. Kisah-kisah para nabi dan orang-orang saleh yang dipaparkan dalam Al-Qur’an adalah menjadi pelajaran bagi umat Nabi Muhammad, karena sarat dengan pesan-pesan moral serta nasihat.
Melalui wahyu Al-Qur’an, Allah memberikan kepada Nabi Muhammad ﷺ pengetahuan tentang kisah-kisah umat terdahulu yang sebelumnya beliau tidak ketahui.
- Ilmu Nabi berasal dari wahyu, bukan dari bacaan, guru, atau pengalaman duniawi — ini menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah sumber pengetahuan ilahi.
- Kisah para nabi disebut “Ahsanal Qashash” (kisah terbaik) karena sarat hikmah, penuh kebenaran, dan menjadi cermin bagi umat akhir zaman.
- Menunjukkan kemuliaan wahyu Al-Qur’an: ia bukan sekadar cerita, tapi petunjuk hidup dan pembuka hati.
- Menegaskan bahwa Nabi tidak mengada-ada isi Al-Qur’an, melainkan menerima langsung dari Allah SWT.
Al Quran bukanlah hasil pemikiran atau pendapat pribadi beliau, melainkan wahyu dari Allah SWT. Hal ini ditegaskan secara jelas di beberapa ayat Al-Qur’an. Berikut rujukan-rujukan utamanya:
1. Surah An-Najm ayat 3–4
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰٓ (٣)
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ (٤)
“Dan tidaklah dia (Muhammad) berkata menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3–4)
Segala ajaran, sabda, dan tuntunan Rasulullah ﷺ bersumber dari wahyu Allah, bukan hasil akal atau keinginan pribadi.
2. Surah Al-Haqqah ayat 44–47
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ (٤٤)
لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (٤٥)
ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (٤٦)
“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya Kami pegang dia pada tangan kanannya, kemudian Kami potong urat jantungnya.” (QS. Al-Haqqah: 44–47)
Allah menegaskan keras bahwa Nabi ﷺ tidak mungkin mengada-adakan wahyu, karena bila itu terjadi, Allah sendiri akan menimpakan hukuman berat kepadanya. Ini memperkuat otentisitas wahyu yang beliau sampaikan.
3. Surah Al-A‘rāf ayat 203
“…Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dari Tuhanku.” (QS. Al-A‘rāf: 203)
Nabi ﷺ menegaskan bahwa beliau hanya mengikuti wahyu, bukan menambah atau mengurangi.
4. Surah Yūnus ayat 15
“Katakanlah (Muhammad): Tidak patut bagiku mengubahnya dari kemauanku sendiri. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku…” (QS. Yūnus: 15)
Nabi ﷺ tidak memiliki wewenang untuk mengubah isi wahyu, menandakan bahwa semua yang disampaikan adalah murni dari Allah SWT.
Doa supaya diberi ilmu yang bermamfaat;
اللهم علمنا ما ينفعنا وانفعنا بما علمتنا وزدنا علما
Allahumma ‘allimnā mā yanfa‘unā, wanfa‘nā bimā ‘allamtanā, wa zidnā ‘ilman.
“Ya Allah, ajarilah kami ilmu yang bermanfaat, berilah manfaat dari ilmu yang telah Engkau ajarkan, dan tambahkanlah kepada kami ilmu.”

