بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
اِذْ قَا لَتِ امْرَاَ تُ عِمْرٰنَ رَبِّ اِنِّيْ نَذَرْتُ لَـكَ مَا فِيْ بَطْنِيْ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ ۚ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“(Ingatlah), ketika istri `Imran berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 35)
Ayat ini berisi tentang nazar yang diucapkan istrinya Imran, hukum nazar mubah, boleh mengucapkan nazar, sedangkan kalau sudah diucapkan hukumnya menjadi wajib….Mengingatkan bagi yang sudah bernazar.
وَمَاۤ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ نَّفَقَةٍ اَوْ نَذَرْتُمْ مِّنْ نَّذْرٍ فَاِ نَّ اللّٰهَ يَعْلَمُهٗ ۗ وَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَا رٍ
“Dan apa pun infak yang kamu berikan atau nazar yang kamu janjikan, maka sungguh, Allah mengetahuinya. Dan bagi orang zalim tidak ada seorang penolong pun.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 270)
فَكُلِيْ وَا شْرَبِيْ وَقَرِّيْ عَيْنًا ۚ فَاِ مَّا تَرَ يِنَّ مِنَ الْبَشَرِ اَحَدًا ۙ فَقُوْلِيْۤ اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْمًا فَلَنْ اُكَلِّمَ الْيَوْمَ اِنْسِيًّا
“Maka makan, minum, dan bersenang hatilah engkau. Jika engkau melihat seseorang, maka katakanlah, Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.” (QS. Maryam 19: Ayat 26)
يُوْفُوْنَ بِا لنَّذْرِ وَيَخَا فُوْنَ يَوْمًا كَا نَ شَرُّهٗ مُسْتَطِيْرًا
“Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.”
(QS. Al-Insan 76: Ayat 7)
Dalam al Quran yang pernah melakukan nazar hanya istrinya Imran (Hana) dan Maryam (ibunya nabi Isa).
Secara harfiah, nazar berarti “mewajibkan kepada diri sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dengan maksud mengagungkan serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.”
Nazar telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum masa Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surah Ali Imran ayat 35 dan surah Maryam ayat 26.
Pada umat Nabi Muhammad, nazar disyariatkan berdasarkan nash, baik Alquran maupun hadis. Dalam Alquran, nazar disebutkan pada surah al-Hajj ayat 29. Artinya “..dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka..”
Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim dari Aisyah, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang bernazar untuk taat kepada Allah, hendaklah ia melaksanakannya, dan barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat, maka janganlah (nazar itu) dilaksanakannya.”
Ketentuan bernazar
Syariat membolehkan setiap Muslim untuk bernazar. Hal ini menunjukkan, hukum nazar adalah mubah.
Para ulama sepakat, hukum melaksanakan nazar atau melaksanakan sesuatu sesuai dengan yang telah dinazarkan, adalah wajib. Ini dengan ketentuan, nazar tersebut untuk melakukan kebaikan kepada Allah SWT, bukan justru bermaksiat kepada-Nya.
Orang yang bernazar tetapi tidak melaksanakan nazarnya–baik sengaja ataupun karena tidak mampu melaksanakannya–maka harus membayar kafarat (denda). Jumlah denda itu sama dengan kafarat melanggar sumpah.
Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah yang berbunyi, “Denda nazar adalah denda sumpah.” (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tarmizi, an-Nasa’i, dan Ahmad).
Denda tersebut dapat dengan memilih salah satu dari alternatif berikut secara berurutan. Pertama, memberi makan 10 fakir miskin. Kedua, memberi pakaian pada 10 fakir miskin. Ketiga, memerdekakan hamba sahaya. Keempat, berpuasa tiga hari.
Mengganti nazar dengan perbuatan nazar yang lain diperbolehkan, tetapi orang yang bersangkutan tetap harus membayar kafarat sebagai sanksi atas nazar yang tidak dilaksanakan.
Nazar itu diucapkan
Sejatinya nazar memiliki beberapa prinsip yang harus dipatuhi. Pertama, keinginan nazar harus diucapkan/dilafalkan bukan hanya tersirat dalam hati.
Kemudian, tujuan nazar harus semata karena Allah. Nazar pun tidak dibenarkan untuk suatu perbuatan yang dilarang atau yang makruh.
Jika seseorang yang bernazar meninggal dunia sebelum melaksanakan nazarnya, nazar tersebut harus dilaksanakan oleh keluarganya.
Ditinjau dari segi isi, nazar terbagi dalam dua bagian. Yakni nazar untuk mengerjakan suatu perbuatan seperti mengerjakan perbuatan ibadah yang disyariatkan dan perbuatan mubah serta nazar untuk meninggalkan perbuatan yang dilarang atau yang makruh hukumnya, seperti bernazar untuk meninggalkan kebiasaan merokok.
Semoga sebelum ajal menjemput kita telah menyelesaikan nazar nazar kita yang pernah diucapkan, karena nazar hukumnya menjadi wajib kalau sudah diucapkan.