Orang Mukmin harus Bersatu, Jangan Berkelompok-kelompok

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

وَلَا  تَكُوْنُوْا  كَا لَّذِيْنَ  تَفَرَّقُوْا  وَا خْتَلَفُوْا  مِنْۢ  بَعْدِ  مَا  جَآءَهُمُ  الْبَيِّنٰتُ   ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ  لَهُمْ  عَذَا بٌ  عَظِيْمٌ

“Seorang Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat,”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 105)

Dan janganlah kamu, wahai orang mukmin, menjadi seperti orang yang berkelompok-kelompok, seperti orang yahudi dan nasrani yang bercerai berai dan berselisih dalam urusan agama dan kemaslahatan umat, karena masing-masing mengutamakan kepentingan kelompoknya. Betapa buruk apa yang terjadi pada mereka, karena berselisih secara sadar dan sengaja setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas, yaitu diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab. Mereka yang berkelompok dan berselisih itulah orang-orang yang celaka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat kelak di hari kiamat.

Kondisi umat Islam berkelompok kelompok.

Rasulullah SAW dalam HR Muslim menyebut, “Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal. Dia meridhai kalian untuk menyembah- Nya dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya, serta berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan tidak berpecah belah, serta memberi nasihat kebaikan kepada orang-orang yang Allah jadikan pemimpinmu.”
Allah menginginkan orang orang beriman ini terus bersatu. Karena keinginginan inilah, Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyatukan umat. Allah juga menurunkan Alquran untuk menyatukan umat sebagai tempat kembali saat berbeda pendapat.

Alquran dan hadis diturunkan sebagai sarana untuk menyelesaikan perbedaan pendapat. Kedua tuntunan ini adalah petunjuk yang diberikan oleh Allah dan Nabi. Allah SWT dalam QS an-Nisa ayat 59 berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pe mimpin baik kekuasaan pemerintah atau agama) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

“Alquran dan hadis adalah wakil Allah. Sebagai Yang Maha Esa dan menciptakan makhluk hidup, Allah paling tahu tentang makhluknya, apa permasalahan yang dihadapi sudah disiapkan jawabannya. Kalau kita mengikuti apa yang sudah dituliskan dan disiapkan, maka hasilnya akan baik.

Ciri-ciri orang yang beriman adalah setiap menghadapi masalah untuk urusan agama, dia akan terus belajar dan meminta petunjuk Allah lewat Alquran dan hadis. Setelah mendapatkan jawaban, tidak ada keberatan dalam hatinya untuk menjalankan sesuai dengan petunjuk dan jawaban yang diberikan. Selain menjadi bukti keimanan seorang umat, usaha ini juga menjadi bagian dari keinginan dirinya untuk bersatu dan menghindari perpecahan.

Dalam QS al-Ahzab ayat 36 disebut, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.”

Dalam QS an-Nisa ayat 65, Allah juga berfirman, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”

Persatuan yang hakiki bukan sekadar ucapan atau berada dalam tempat yang sama, tapi di dalam hatinya masih menyimpan kebencian kepada masing-masing. Tidak bisa disatukan sebuah bangsa atau umat kalau hanya membagikan harta atau urusan duniawi. Sebuah persatuan yang sejati harus dimulai dari hati, ada kecintaan pada Allah SWT dan mencintai sesama manusia karena Allah, serta tidak mempermasalahkan urusan duniawi.

Orang yang shalat berjamaah merupakan contoh nyata dalam bersatu. Tujuannya sama dan hatinya pun ter tuju pada hal yang sama, beribadah dan mencari ridha Allah SWT. Makmum akan mengikuti imam, imam pun mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Tidak ada makmun yang menyekisihi imam karena imam ada untuk dijadikan sebagai pemimpin untuk diikuti.

Dalam shalat berjamaah, makmum diminta untuk merapatkan shaf. Ini menjadi perhatian sebelum menjalankan shalat dan bagian dari kesempurnaan shalat di mana tidak ada perselisihan di dalamnya. Rasulullah SAW ber sabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian. Karena, Demi Allah! Kalian benar benar meluruskan shaf-shaf kalian, atau (kalau tidak) Allah akan membuat perselisihan di antara hati kalian.”

Syariat Islam, yakni memerintah kepada kebaikan dan menjauhi keburukan. Tujuan yang baik ini hendaknya dilakukan dengan cara yang baik, bukan memaki atau mencela di muka umum. Dalam agama Islam, dikenalkan yang namanya nasihat dalam memberitahukan kebaikan. Nasihat ini maknanya luas, tapi dalam bahasa Arab, nasihat identik dengan ikhlas dan memurnikan.

Nasihat menghendaki kebaikan pada orang yang dinasihati dengan harapan yang diberi nasihat mau berhenti dari keburukannya, jangan sampai menyampaikan kebaikan dan menghindari keburukan dilakukan dengan cara yang menyebabkan persatuan tercerai berai.

Semoga umat Islam Ukhuwah Islamiyah semakin meningkat, persaudaraan antar sesama umat Islam semakin baik dan mampu membangun masyarakat yang ideal yang damai dan sejahtera.