Nabi Syuaib Ditolak Kaum Madyan karen Menganggap Lemah Secara Sosial

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

قَا لُوْا  يٰشُعَيْبُ  مَا  نَفْقَهُ  كَثِيْرًا  مِّمَّا  تَقُوْلُ  وَاِ نَّا  لَـنَرٰٮكَ  فِيْنَا  ضَعِيْفًا  ۚ وَلَوْلَا  رَهْطُكَ  لَرَجَمْنٰكَ  ۖ وَمَاۤ  اَنْتَ  عَلَيْنَا  بِعَزِ يْزٍ

“Mereka berkata, Wahai Syu’aib! Kami tidak banyak mengerti tentang apa yang engkau katakan itu, sedang kenyataannya kami memandang engkau seorang yang lemah di antara kami. Kalau tidak karena keluargamu, tentu kami telah merajam engkau, sedang engkau pun bukan seorang yang berpengaruh di lingkungan kami.” (QS. Hud 11: Ayat 91)

Yang melakukan kemungkaran, rassul dianggap tidak memberikan mamfaat dan mudharat (tidak ngaruh)

Dalam tafsir lengkap Kementrian Agama RI; Sesudah penduduk Madyan (kaum Syuaib a.s.) merasa jenuh dan jengkel terhadap Nabi Syuaib a.s. karena semua alasan yang mereka kemukakan untuk menolak seruannya dijawab oleh Nabi Syuaib, mereka akhirnya berkata, “Hai Syuaib, kami tidak dapat memahami apa yang engkau kemukakan kepada kami mengenai tuhan-tuhan sembahan kami dan peraturan-peraturan yang mengekang kebebasan kami untuk bertindak dan mengendalikan harta kekayaan kami, begitu pula tentang azab yang akan menimpa kami, jika kami tidak mengikuti kemauanmu.

Seakan-akan engkaulah yang menetapkan segala sesuatu dan di tangan engkaulah kebahagiaan dan kecelakaan kami, padahal semua itu adalah semata-mata urusan Tuhan. Kami melihat dan meyakini bahwa engkau adalah seorang yang lemah tak berdaya, tidak mungkin akan dapat membawa manfaat atau mudarat kepada kami, dan bila kami ingin membinasakan engkau, engkau tidak akan dapat membela diri. Kalau tidak rasa kasihan kami terhadap keluarga dan karib kerabatmu, tentulah kami sudah melemparimu dengan batu sampai mati.”

Mereka melanjutkan bantahannya, “Engkau sendiri tidak ada harapan dan tidak ada harganya bagi kami karena engkau bukanlah seorang yang gagah berani dan perkasa yang dapat mempertahankan diri dari serangan orang lain. Hanya semata-mata karena kasihan kepada keluarga dan karib kerabatmulah, kami belum membunuhmu, karena mereka masih tetap berada di pihak kami, dalam golongan kami tidak mau meninggalkan agama kami dan agama nenek moyang kami.”

Penduduk Madyan meremehkan risalah Nabi Syuaib, seolah-olah apa yang beliau sampaikan tidak ada pengaruh/manfaat bagi mereka.

  • Mereka menganggap Syuaib hanya seorang yang lemah secara sosial, sehingga berani menolak kebenaran.
  • Ukuran mereka adalah status sosial, bukan kebenaran.
  • Bahkan, mereka tidak takut kepada Allah, tapi hanya menahan diri karena menghormati keluarga Nabi Syuaib.

Hud 91 ini menggambarkan bahwa kaum Madyan merasa dakwah Nabi Syuaib tidak memberi manfaat maupun mudarat (tidak ngaruh) bagi mereka. Padahal, hakikatnya, perkataan rasul justru membawa petunjuk atau azab, tergantung bagaimana sikap kaumnya.

Kemiripan kuat antara kondisi zaman Nabi Syuaib dan sebagian keadaan sekarang.

Kesamaannya:

  1. Agama diremehkan; Sebagian orang menganggap agama tidak relevan, tidak memberi manfaat, bahkan dianggap menghambat “kemajuan”. Sama seperti kaum Madyan yang bilang nasihat Syuaib “tidak ngaruh”.
  2. Mengukur dengan materi & status sosial. Kebenaran tidak lagi dinilai dari isinya, tapi dari siapa yang bicara dan seberapa besar pengaruh sosialnya.
  3. Takut pada manusia, bukan pada Allah; Kaum Madyan tidak berani menyakiti Syuaib karena keluarganya. Sekarang pun banyak orang menahan diri bukan karena takut Allah, tapi takut opini publik atau tekanan sosial.
  4. Agama dipisahkan dari kehidupan; Dakwah Nabi Syuaib dianggap urusan pribadi, bukan urusan ekonomi, perdagangan, atau politik. Begitu juga sekarang: agama sering hanya dipandang sekadar ibadah ritual, tidak “ngaruh” pada urusan bisnis, keadilan, atau kehidupan sosial.

Tadabburnya untuk zaman sekarang:

  •  Jika dulu kaum Madyan binasa karena menolak kebenaran dan meremehkan risalah, maka kita harus waspada agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
  • Agama justru sumber manfaat terbesar: menjaga akhlak, keadilan, keberkahan harta, serta keselamatan dunia–akhirat.

Doa supaya diberi ketaatan kepada Allah dan Rassul ;

اللَّهُمَّ اجْعَلْ قَلْبِي مُتَفَتِّحًا لِقَبُولِ دِينِكَ، وَلَا تَجْعَلْنِي مِمَّنْ يَسْتَخِفُّ بِرِسَالَتِكَ، وَارْزُقْنِي الْخُشُوعَ لَكَ وَالطَّاعَةَ لِرَسُولِكَ، وَثَبِّتْنِي عَلَى الْحَقِّ حَتَّى أَلْقَاكَ.

Allāhumma aj‘al qalbī mutafattiḥan liqabūli dīnika, wa lā taj‘alnī mimman yastakhiffu birisālatika, warzuqnī al-khushū‘a laka waṭ-ṭā‘ata lirasūlik, wa thabbitnī ‘alal-ḥaqqi ḥattā alqāk.

“Ya Allah, bukakan hatiku untuk menerima agama-Mu, jangan jadikan aku termasuk orang yang meremehkan risalah-Mu. Karuniakan kepadaku kekhusyukan kepada-Mu, ketaatan kepada Rasul-Mu, dan tetapkan aku di atas kebenaran hingga aku berjumpa dengan-Mu.”