أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ ائْذَنْ لِّيْ وَلَا تَفْتِنِّيْ ۗ اَ لَا فِى الْفِتْنَةِ سَقَطُوْا ۗ وَاِ نَّ جَهَـنَّمَ لَمُحِيْطَةٌ بِۢا لْـكٰفِرِ يْنَ
“Dan di antara mereka ada orang yang berkata, Berilah aku izin (tidak pergi berperang) dan janganlah engkau (Muhammad) menjadikan aku terjerumus ke dalam fitnah. Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sungguh, Jahanam meliputi orang-orang yang kafir.” (QS. At-Taubah 9: Ayat 49).
Munafikun, lebih pinter membuat alasan daripada melakukan kewajiban
Dalam tafsir lengkap Kementrian Agama RI; Sabab Nuzul: Diriwayatkan oleh al-Wahidi dalam kitabnya Asbab an-Nuzul bahwa Rasulullah berkata kepada Jad bin Qais salah seorang pembesar orang munafik, “Wahai Jad, adakah kamu mempunyai kemampuan untuk menghadapi Bani Ashfar (orang-orang Romawi)?” Jad menjawab, “Sebaiknya Rasulullah mengizinkan saya tinggal (di Medinah) dan tidak ikut berperang, karena saya sebagaimana diketahui oleh kaumku mudah tergoda oleh wanita. Saya khawatir kalau saya melihat wanita-wanita mereka, lalu tertarik dan tidak dapat menahan gejolak nafsuku, sehingga akhirnya terjerumuslah saya ke dalam fitnah.”
Dengan perasaan berat Rasulullah memalingkan mukanya dan berkata, “Saya izinkan kamu tinggal,” maka turunlah ayat ini.
Ayat ini menerangkan bahwa di antara orang-orang munafik yang tidak malu membuat-buat alasan meminta kepada Rasulullah, agar mereka tidak ikut berperang dan diizinkan tinggal di Medinah. Mereka seakan-akan lupa bahwa berbagai alasan yang dibuat-buat dan mereka perlihatkan itu diketahui oleh Allah, dan Allah akan membuka rahasia yang disembunyikan di dalam hati mereka. Mereka tidak sadar bahwa alasan palsu yang dikemukakan dan tipu daya itu menjerumuskan dirinya ke lembah bencana dan dosa yang besar. Tindak-tanduk mereka menunjukkan kelemahan iman mereka dan menampakkan kemunafikannya. Mereka akan dijerumuskan ke dalam neraka, karena dosa yang telah mereka lakukan, yaitu ingkar kepada Allah, membantah ayat-ayat-Nya dan mendustakan rasul-rasul-Nya. Firman Allah:
Bukan demikian! Barang siapa berbuat keburukan, dan dosanya telah menenggelamkannya, maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah/2: 81).
Ayat 49 at Taubah mengisahkan tentang orang-orang munafik yang mencari-cari alasan untuk menghindari kewajiban, khususnya dalam konteks ayat ini adalah perang Tabuk. Mereka membuat alasan agar tidak ikut serta dalam jihad dengan dalih-dalih tertentu.
Makna Ayat 49 at Taubah
1. Alasan Palsu
Orang-orang munafik meminta izin kepada Rasulullah ﷺ agar tidak ikut berperang dengan alasan ingin menghindari “fitnah” (godaan) wanita. Ini merujuk pada kekhawatiran mereka terhadap keindahan wanita-wanita Romawi yang ditemui saat perang. Tetapi, alasan ini hanyalah dalih atau tipu muslihat untuk menghindari tanggung jawab jihad.
2. Hakikat Fitnah yang Sebenarnya
Allah menjelaskan bahwa justru dengan sikap mereka itu, mereka telah terjatuh ke dalam fitnah yang lebih besar, yaitu fitnah kemunafikan dan ketidaktaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Fitnah sejati adalah ketika hati mereka dipenuhi kemunafikan, bukan fitnah yang mereka sebutkan (godaan wanita).
3. Azab yang Menanti
Allah mengingatkan bahwa neraka Jahanam telah mengepung orang-orang kafir. Ini menunjukkan betapa beratnya azab yang akan diterima oleh mereka yang pura-pura beriman, padahal sejatinya mereka tidak taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya.
Pelajaran dari Ayat Ini
1. Hindari Dalih dan Alasan Palsu
Jangan membuat alasan yang tidak benar untuk menghindari kewajiban agama. Sering kali, manusia berdalih dengan “kesibukan” atau “takut tergoda” untuk meninggalkan shalat, sedekah, atau dakwah, padahal hakikatnya mereka sedang menghindar dari kewajiban.
2.Hati-hati dengan Fitnah Kemunafikan
Membuat alasan palsu tanpa sadar bisa membuat seseorang terjerumus ke dalam sikap munafik. Ini berbahaya, karena munafik diancam dengan azab neraka yang lebih pedih daripada orang kafir biasa.
3.Ketaatan Lebih Utama daripada Rasa Takut
Jika ada perintah Allah, seperti jihad, shalat, atau kewajiban lain, jangan biarkan rasa takut, ragu, atau alasan pribadi menjadi penghalang. Ketaatan kepada Allah harus didahulukan dari ketakutan duniawi.
سَمِعْنَا وَاَ طَعْنَا غُفْرَا نَكَ رَبَّنَا وَاِ لَيْكَ الْمَصِيْرُ
Sami’na wa ato na gufronaka wa ilaikal mashir
“Kami mendengar dan taat, ampunkanlah Ya Rabb kami dan kepada-Mu kami akan kembali….QS Al Baqarah 285.