Meninggalkan Syrik dan Mengelola Harta dengan Barokah

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
قَا لُوْا  يٰشُعَيْبُ  اَصَلٰوتُكَ  تَأْمُرُكَ  اَنْ  نَّتْرُكَ  مَا  يَعْبُدُ  اٰبَآ ؤُنَاۤ  اَوْ  اَنْ  نَّـفْعَلَ  فِيْۤ  اَمْوَا لِنَا  مَا  نَشٰٓ ؤُا  ۗ اِنَّكَ  لَاَ نْتَ  الْحَـلِيْمُ  الرَّشِيْدُ
“Mereka berkata, Wahai Syu’aib! Apakah agamamu yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah nenek moyang kami atau melarang kami mengelola harta kami menurut cara yang kami kehendaki? Sesungguhnya engkau benar-benar orang yang sangat penyantun dan pandai.”
(QS. Hud 11: Ayat 87)
Meninggalkan syrik dan mengelola harta dengan barokah(jujur, halal dan adil)
Dalam tafsir ringkas Kementrian Agama RI; Setelah Nabi Syuaib memberi peringatan kepada kaumnya, lalu mereka berkata, dengan nada mengejek, sombong, dan angkuh, “Wahai Syuaib! Apakah agamamu yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah nenek moyang kami yaitu berhala, atau engkau melarang kami mengelola harta kami menurut cara yang kami kehendaki seperti cara membelanjakan dan cara memperolehnya yang engkau nilai sebagai kecurangan? Mereka memperolok dan menyindir Nabi Syuaib dengan perkataan, “Sesungguhnya engkau benar-benar orang yang sangat penyantun dan pandai menasihati seperti itu kepada kami.” Perkataan ini mereka ucapkan untuk mengejek Nabi Syuaib.
Ucapan kaum Nabi Syuaib عليه السلام dalam QS. Hûd ayat 87 itu sebenarnya sindiran dan ejekan, bukan pujian tulus. Mereka menyebut Nabi Syuaib “penyantun dan pandai menasihati” sebagai bentuk cemoohan.
Dalam Islam, ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut ucapan mengejek, mencela, atau merendahkan:
1.Sukhriyah (سُخْرِيَّة) → mengejek, memperolok-olok, merendahkan.
•Disebutkan dalam QS. Al-Hujurāt: 11 “Janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain…”
2.Istihzā’ (اِسْتِهْزَاء) → memperolok-olok dengan maksud merendahkan.
•Disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 14 tentang orang munafik yang memperolok orang beriman.
3.Tahzi’ / Huz’ (هُزُؤًا) → ejekan atau bahan tertawaan.
•QS. Al-An’ām: 68 “…mereka memperolok ayat-ayat Kami…”
4.Lamn / Lamz (لَمْز) → mencela dengan ucapan.
•QS. Al-Humazah: 1 “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.”
5.Hamd / Hamz (هَمْز) → mencela dengan sindiran, kadang lewat isyarat atau mimik wajah.
Ucapan kaumnya Nabi Syuaib yang pura-pura memuji tetapi sebenarnya mengejek lebih tepat disebut sebagai sukhriyah (ejekan) atau istihzā’ (olok-olok).
Kandungan hud 87yang tersurat: Kaum Nabi Syuaib mengejek dengan menyebutkan seolah-olah shalat beliau menghalangi mereka dari:
1.Menyembah berhala (syirik).
2.Mengelola harta mereka dengan cara semaunya (curang dalam timbangan, tidak berkah).
Yang tersirat / inti pesan:
1.Meninggalkan syirik → tauhid harus diutamakan dalam seluruh aspek kehidupan.
2.Mengelola harta dengan barakah → bukan sekadar mencari keuntungan, tapi harus dengan kejujuran, keadilan, dan sesuai syariat.
3.Ibadah (shalat) berpengaruh pada perilaku sosial-ekonomi → shalat yang benar akan mencegah dari kedzaliman, termasuk dalam urusan ekonomi.
4.Kaumnya menolak karena merasa kebebasan mengelola harta “dirampas”, padahal sebenarnya yang diingatkan adalah agar harta dikelola dengan adil dan halal.
Doa supaya dapat meninggalkan syirik dan mengelola harta dengan barokah (jujur, halal, dan adil).
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُوَحِّدِينَ، وَنَجِّنَا مِنَ الشِّرْكِ وَالْبَاطِلِ، وَارْزُقْنَا رِزْقًا حَلَالًا طَيِّبًا مُبَارَكًا، وَأَعِنَّا عَلَى الْعَدْلِ وَالصِّدْقِ فِي كُلِّ مُعَامَلَاتِنَا
Allāhummaj‘alnā minal-muwaḥḥidīn, wa najjinā minasy-syirki wal-bāṭil, warzuqnā rizqan ḥalālan ṭayyiban mubārakan, wa a‘innā ‘alal-‘adli waṣ-ṣidqi fī kulli mu‘āmalātinā.
“Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang bertauhid, jauhkanlah kami dari syirik dan kebatilan. Karuniakanlah kepada kami rezeki yang halal, baik, dan penuh berkah. Bantulah kami untuk selalu berlaku adil dan jujur dalam setiap muamalah kami.”