بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
يَسْئَـــلُوْنَكَ مَا ذَاۤ اُحِلَّ لَهُمْ ۗ قُلْ اُحِلَّ لَـكُمُ الطَّيِّبٰتُ ۙ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِّنَ الْجَـوَا رِحِ مُكَلِّبِيْنَ تُعَلِّمُوْنَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللّٰهُ فَكُلُوْا مِمَّاۤ اَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَا ذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهِ ۖ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ سَرِ يْعُ الْحِسَا بِ
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad), Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah, Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu latih menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka, makanlah apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 4)
Selain halal harus thayyib
Kata thayyib yang dinisbahkan kepada makanan sering kali disertai dengan kata halal. Misalnya perintah Allah agar makan rezeki yang halal lagi thayyib;
يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَ رْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 168)
وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّ اتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْۤ اَنْـتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 88)
فَكُلُوْا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلٰلاً طَيِّبًا ۖ وَّا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Maka, makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Anfal 8: Ayat 69)
فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّا شْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ اِنْ كُنْـتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (QS. An-Nahl 16: Ayat 114)
Terkadang Allah menyebut makanan atau rezeki dengan label thayyib/thayyibat tidak disertai kata halal. Misalnya firman Allah: “… makanlah dari yang baik-baik (thayyibat) dari apa yang Kami berikan rezeki kepada kalian….”.
…كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ… [البقرة/57, 172, الاعراف: 160, طه: 81]
Contoh lain adalah firman Allah: “Wahai orang-orang mukmin, keluarkanlah infaq dari yang baik-baik (thayyibat) dari hasil usaha kalian….”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ [البقرة/267]
Terkadang label thayyib untuk menjelaskan kata halal. Misalnya dalam surah al-Maidah: 4 disebutkan, “Mereka bertanya kepadamu, makanan mana yang halal? Katakanlah, dihalalkan kepadamu makanan yang thayyibat.” Berdasarkan beberapa ayat di atas, tampaknya kata thayyib yang mandiri mengandung pengertian halal.
Kata thayyib dikontraskan dengan khabâits. Misalnya surah Al-A’raf: 157 menyatakan “Allah menghalalkan bagi mereka yang thayyib dan mengharamkan mereka yang khabâits….”
Menurut bahasa, halal berasal dari kata hill (حل) artinya terlepas, terbebas, lawan dari kata ‘aqdun (عقد) artinya terikat. Barang halal adalah barang yang terbebas, terlepas, dibolehkan untuk diperlakukann, sedangkan lawannya adalah barang yang terikat, tidak boleh diperlakukan. Tidak diragukan bahwa halal adalah lawan haram. Rezeki halal adalah rezeki yang zatnya dan cara memperolehnya diperbolehkan oleh Islam. Contoh rezeki yang halal zatnya adalah hewan pada umumnya seperti ayam, kambing, ikan laut. Kemudian, rezeki yang diperoleh dengan cara menipu, korupsi, mencuri, adalah haram meskipun termasuk jenis rezeki halal. Banyak cara memperoleh rezeki yang diharamkan, banyak pula cara yang dihalalkan. Jadi, rezeki halal adalah, rezeki yang, baik zat maupun cara memperolehnya halal.
Thayyib mengandung arti baik, berkualitas dan bermanfaat. Label thayyib dalam Al-Qur’an tidak hanya dinisbatkan kepada jenis makanan, tetapi dinisbatkan juga pada beberapa hal. Ia dinisbatkan kepada keturunan (dzurriyyah) thayyibah, kalimah thayyibah, pohon (syajarah) thayyibah, tempat-tempat (masâkina) thayyibah, negeri (baldah) thayyibah, penghargaan (tahiyyatan) thayyibah, hembusan angin (rîh) thayyibah. Semua kata yang diberi sifat thayyibah adalah berkualitas, baik, dan memberi manfaat.
Perlu dicatat di sini bahwa makanan yang thayyib itu secara subjektif belum tentu baik dan bermanfaat. Misalnya, ada orang tertentu yang karena gangguan kesehatan dilarang minum kopi, makan daging kambing, yang secara obyektif disebut sebagai makanan thayyib dan halal zatnya. Atas pertimbangan tersebut, makanan jenis ini tidak mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi orang tertentu, karenanya harus dihindari. Ada juga orang yang secara subjektif tidak pantang sama sekali, tetapi sekedar membatasi kuantitasnya.
Banyak orang pada usia tertentu mengalami gangguan kesehatan seperti kolesterol, atau diabetes melitus. Oleh dokter mereka tidak dibenarkan mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi dan mengandung kadar gula seperti orang normal mengkonsumsinya. Di sini, meskipun menurut orang yang kesehatannya normal kolesterol dan gula itu jenis makanan yang thayyib, tetapi bagi “si penderita,” jenis makanan itu tidak thayyib. Dengan kesadaran beragama, si penderita harus mengakui bahwa jenis makanan tersebut tidak thayyib, harus disingkiri sesuai petunjuk ilmu kedokteran. Inilah yang dimaksud thayyib subjektif itu.
Perintah Al-Qur’an agar mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib menunjukkan kasih sayang Allah kepada semua umat manusia. Mereka diundang untuk menjaga kesehatan melalui konsumsi makanan, karena gangguan kesehatan selalu disebabkan oleh pola makan. Orang yang membangkang dari petunjuk ini berarti menyengaja membawa dirinya ke jurang kehancuran, yang dalam bahasa agama disebut melaksanakan ajakan setan. Karena itu Al-Qur’an menyatakan “dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Tentu kita pasti merasa senang apabila makanan yang kita makan ternyata halal, baik dan berkah. Untuk menambah bentuk kesyukuran kita, maka ada juga doa yang bisa kita baca.
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ وَتَنْزِلُ اْلبَرَكَاتُ اَللَّهُمَّ اَطْعِمْنَا طَيِّبًا وَاسْتَعْمِلْنَا صَالِحًا
Alhamdu lillaahil ladzii bi ni’matihii tatimmush shoolihaatu wa tanzilul barokaatu. Allohumma ath’imnaa thoyyiban wasta’milnaa shoolihan.
“Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya kebaikan-kebaikan menjadi sempurna dan berkahan turun. Ya Allah, berilah kami makanan yang baik dan bantulah kami berbuat amal shaleh.”

