Kaum Madyan Meremehkan Nabi Syuaib dengan Alasan Kedudukan Sosialnya Lemah

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
قَا لَ  يٰقَوْمِ  اَرَهْطِيْۤ  اَعَزُّ  عَلَيْكُمْ  مِّنَ  اللّٰهِ  ۗ وَ  اتَّخَذْتُمُوْهُ  وَرَآءَكُمْ  ظِهْرِ يًّا  ۗ اِنَّ  رَبِّيْ  بِمَا  تَعْمَلُوْنَ  مُحِيْطٌ
“Dia (Syu’aib) menjawab, Wahai kaumku! Apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, bahkan Dia kamu tempatkan di belakangmu (diabaikan)? Ketahuilah (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud 11: Ayat 92)
Kaum Madyan meremehkan Nabi Syuaib dengan alasan kedudukan sosialnya lemah (orang hina dan tidak berdaya)
Dalam tafsir lengkap Kementrian Agama RI; Mendengar ucapan kaumnya yang sangat menusuk hati dan menganggapnya sebagai orang hina dan tidak berdaya itu, Nabi Syuaib a.s. berkata, “Sungguh sangat menyedihkan kepicikan pikiranmu dan sangat mengherankan sekali pendapatmu itu. Apakah kamu menganggap kaum kerabatku itu lebih mulia dan lebih perkasa dari Allah yang menciptakan mereka, menciptakan kamu semua bahkan menciptakan langit dan bumi? Apakah hanya karena aku berasal dari mereka, sehingga tidak berani melaksanakan ancamanmu itu, bukan karena aku beriman kepada Allah yang akan menyeru kamu supaya kamu menyembah dan tidak mempersekutukan-Nya.
Karena Dialah Yang Maha Kuasa, Maha Perkasa, dan Maha Pemurah yang melimpahkan-Nya dan menganggap enteng kekuasaan dan rahmat-Nya. Dialah yang patut kamu takuti. Dialah yang sewajarnya kamu muliakan, bahkan kaum kerabatku tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kehendak Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu lakukan, tak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberi balasan yang setimpal atas keingkaran dan kedurhakaanmu itu.”
Dari QS. Hud ayat 92 ada beberapa pelajaran penting yang bisa ditadabburi:
  1. Ukuran manusia tidak sama dengan ukuran Allah; Kaum Madyan menilai Nabi Syuaib dari sisi kedudukan sosial, bukan dari kebenaran risalahnya. Padahal yang mulia di sisi Allah adalah takwa (QS. Al-Hujurat: 13).
  2. Kebenaran tidak bergantung pada status sosial;  Meski dianggap lemah, Nabi Syuaib tetap membawa risalah yang benar. Artinya, jangan menolak kebenaran hanya karena melihat siapa yang membawanya.
  3. Sombong dan meremehkan orang lain bisa menutup hati dari petunjuk; Kaum Madyan menolak karena merasa lebih tinggi kedudukannya. Sifat sombong inilah yang akhirnya menyeret mereka pada azab.
  4. Pemimpin yang sejati adalah yang berpegang pada kebenaran, bukan yang populer di mata manusia;  Nabi Syuaib tetap sabar dan teguh, walau dianggap tidak punya kekuatan.
  5. Allah bisa menguji manusia melalui siapa yang membawa kebenaran;  Kadang kebenaran datang lewat orang yang sederhana, bukan yang terpandang; ini menjadi ujian bagi hati manusia: tunduk pada kebenaran atau pada gengsi.
Ungkapan hikmah menyebutkan ;
Jangan melihat siapa yang bicaranya, tapi lihatlah apa yang disampaikannya
”(yaitu) orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Az-Zumar: 18):
Jangan menilai kebenaran dari status orang yang menyampaikannya, tapi nilai dari isi risalahnya; karena sering kali kesombongan dan gengsi sosial menutup manusia dari hidayah Allah.
Doa supaya jangan ada kesombongan dan keangkuhan ;
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا كِبْرًا وَلَا غُرُورًا، وَارْزُقْنَا تَوَاضُعًا وَقَبُولَ الْحَقِّ مِمَّنْ جَاءَ بِهِ.
Allāhumma aj‘alnā mimman yastami‘ūnal-qawla fayattabi‘ūna aḥsanah, wa lā taj‘al fī qulūbinā kibran wa lā ghurūran, warzuqnā tawāḍu‘an wa qabūlal-ḥaqqi mimman jā’a bih.
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik darinya. Janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kesombongan dan keangkuhan, karuniakanlah kami kerendahan hati dan kemampuan menerima kebenaran dari siapa pun yang membawanya.”