Alasan Manusia Takut Kematian

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.
SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WALAILLAHAILLOH. WALLAHU AKBAR.

Semoga kita selalu sehat dalam lindungan Allah SWT.
Mari saling mendoakan ;

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَ  لَنْ  يَّتَمَنَّوْهُ  اَبَدًا  بِۢمَا  قَدَّمَتْ  اَيْدِيْهِمْ   ۗ وَا للّٰهُ  عَلِيْمٌ  بِۢا لظّٰلِمِيْنَ

“Tetapi mereka tidak akan menginginkan kematian itu sama sekali karena dosa-dosa yang telah dilakukan tangan-tangan mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang zalim.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 95)

Tidak menginginkan kematian, dosa dosa yang telah dilakukan, orang orang Zalim…mudah mudahan kita tidak termasuk salah satu dari tiga sifat orang Yahudi tersebut.
Tidak menginginkan kematian tapi tidak mengharapkan kematian dan juga tidak takut mati.
Dalam buku Mizan Al ‘Amal, Imam Ghazali menjelaskan beberapa alasan mengapa manusia takut terhadap kematian.
Pertama, karena ia ingin bersenang-senang dan menikmati hidup ini lebih lama lagi.

Kedua, ia tidak siap berpisah dengan orang-orang yang dicintai, termasuk harta dan kekayaannya yang selama ini dikumpulkannya dengan susah payah. Ketiga, karena ia tidak tahu keadaan mati nanti seperti apa.
Keempat, karena ia takut pada dosa-dosa yang selama ini ia lakukan.

Manusia takut mati karena ia tidak pernah ingat kematian dan tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menyambut kematiannya. ingat kematian hanya kalau ada berita kematian kerabat atau pertemanan. Seketika itu, ia membaca istirja’: ”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali…

Namun, istirja’ yang dibaca itu hanyalah di mulut saja, karena ia tidak secara benar-benar ingin kembali kepada Allah dengan ibadah dan amal saleh.

Jadi, kalau demikian, agar tidak alergi dan fobia dengan kematian, harus sering-sering ingat kematian sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ”Perbanyaklah olehmu mengingat kematian, si penghancur segala kesenangan duniawi.” (HR Ahmad).

Menurut Ghazali, ingat kematian akan menimbulkan berbagai kebaikan. Di antaranya, membuat manusia tidak ngoyo dalam mengejar pangkat dan kemewahan dunia. Ia bisa menjadi legawa (qonaah) dengan apa yang dicapainya sekarang, serta tidak akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi pribadinya.

Kebaikan lain, manusia bisa lebih terdorong untuk bertobat alias berhenti dari dosa-dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Lalu, kebaikan berikutnya, manusia bisa lebih giat dalam beribadah dan beramal saleh sebagai bekal untuk kebaikannya di akhirat kelak.

Dengan berbagai kebaikan ini, orang-orang tertentu seperti kaum sufi tidak takut dan tidak gentar menghadapi kematian. Mereka justru merindukannya, karena hanya lewat kematian mereka dapat menggapai kebahagiaan yang sebenar-benarnya, yaitu berjumpa dengan Allah dalam ridha dan perkenan-Nya.

Inilah anugerah dan kabar gembira dari Allah kepada mereka. Firman-Nya, ”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka seraya berkata, ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’.” (QS Fushshilat: 30).

للَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِي آخِرَهُ ، وَخَيْرَ عَمَلِي خَوَاتِمَهُ ، وَخَيْرَ أَيَّامِي يَوْمَ أَلْقَاكَ

Allahummaj’al khayra ‘umri akhirahu, wakhaira ‘amali khawatimahu, wa khaira ayyami yauma al-qaka.

(Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada ujungnya, dan jadikan sebaik-baik amalku pada akhir hayatku, dan jadikan sebaik-baik hariku pada saat aku bertemu dengan-Mu (di hari kiamat). (HR Ibnu As-Sunni).