7 years old asian boy is feeling sad

Dampak Kekerasan pada Anak

Kekerasan pada anak tercantum dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang mengatur bahwa anak wajib mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan kekerasan fisik yang dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan. Merupakan salah satu bukti bahwa negara memang memberikan perlindungan terhadap anak baik itu dari hukuman fisik dan juga hukuman mental. Dari pasal 54 in juga sudah jelas bahwa anak akan mendapatkan perlindungan secara hukum jika terjadi tindakan kekerasan baik itu dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan. Lembaga pendidikan disini adalah sekolah, Asrama, Pesantren dan berbagai lembaga lainnya yang memberikan fasilitas jasa berupa ilmu dan pendidikan.

Kekerasan pada anak tidak hanya berupa pukulan secara fisik tapi juga secara mental. Maka dari itu penting bagi sekolah untuk mampu memberikan pendidikan yang layak bagi peserta didiknya dengan menjauhkan segala aspek yang berhubungan dengan hukuman fisik dan mental. Hukuman fisik memang menjadi hal yang umum di kehidupan anak anak sekolah pada era 90’an, seperti di setrap di depan kelas, di lempar penghapus kayu, kadang beberapa guru juga menggunakan metode kekerasan seperti membawa penggaris kayu 1 meter untuk menggebrak papan tulis dan meja bagi anak anak yang ribut di kelas. Namun seiring berjalannya waktu, perkembangan zaman dan perbedaan generasi membuat hal seperti ini menjadi tindakan pidana yang bisa merusak mental anak.

Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu”

(H.R. Ali Bin Abi Thalib)

Bahkan jauh sebelum era revolusi 5.0 berlangsung, pada zaman nabi Muhammad SAW, Ali Bin Abi Thalib pernah berucap yang tertuang dalam hadits berikut: “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu” (H.R. Ali Bin Abi Thalib). yang jika dimaknai lebih dalam, perubahan zaman dari era 90’an ke era generasi Z menjadi sebuah langkah awal perubahan sistem pendidikan di Indonesia yang mulai menuju masa yang lebih maju. Dengan adanya undang undang perlindungan anak dan dengan adanya kemajuan dari sektor pendidikan berupa perubahan kurikulum yang signifikan. Perubahan kurikulum ini menjadi hal yang sangat berarti, bagaimana tidak kurikulum dibentuk dengan tujuan untuk memberikan eksperience yang berbeda dalam dunia pendidikan, karena semakin zaman berkembang siswa tidak hanya butuh otak untuk mendapatkan ilmu tapi juga dibutuhkan keterampilan dan skill yang mumpuni, dengan dukungan kurikulum yang berlaku saat ini tidak hanya pintar tapi juga siswa dituntut untuk bisa memiliki softskill yang mampu bersaing dengan masa depan, dibalik itu juga kurikulum merubah sedikit tatanan sekolah yang tadinya menggunakan hukuman fisik saat ini jauh dari kesan sebagai sekolah untuk sekolah.

Kekerasan pada anak akan menjadi problematika yang sangat besar, bagaimana tidak. Dampaknya bukan hanya akan mempengaruhi nama sekolah tapi juga akan membuat anak trauma akan sekolah. Selain itu juga akan banyak dampak negatif dari kekerasan pada anak, diantaranya : 

  1. Anak akan sulit mengendalikan emosinya

Dampak pertama adalah anak akan sulit mengendalikan emosinya. Emosi merupakan sebuah perasaan yang muncul di dalam hati seseorang, mereka yang mendapatkan kekerasan secara fisik maupun secara mental akan sulit mengendalikan emosi bahkan setiap emosi yang dirasakannya muncul secara berlebihan. Ketidakmampuan anak mengendalikan emosi ini bisa menetap hingga anak dewasa yang dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas mereka di masa depan. Contoh paling sering terjadi adalah anak akan lebih mudah marah, lebih mudah merasa sedih atau bahkan anak sering merasa ketakutan. Selain itu juga mereka akan memiliki sifat yang tidak mudah atau bahkan sulit untuk memaafkan kesalahan orang lain.

  1. Penurunan fungsi otak pada anak

Anak yang menjadi korban kekerasan baik itu kekerasan dari keluarga, teman, lingkungan bahkan sekolah lebih beresiko mengalami penurunan fungsi otak. Hal ini mempengaruhi kepada cara mereka dalam memusatkan perhatian untuk mempelajari hal hal yang baru yang berakibat secara akademik prestasi anak yang mendapatkan kekerasan akan turun bahkan tidak akan setara dengan mereka yang tidak mendapatkan kekerasan sama sekali. Hal yang paling parah adalah anak bisa mengalami demensia dini hingga lanjut usia. Jika anda tidak tahu, demensia adalah ketidakmampuan otak seseorang dalam berfikir bahkan memecahkan masalah yang ada.

  1. Sulit membangun hubungan

Hal yang paling sangat disayangkan dari kekerasan pada anak adalah dapat membuat mereka menjadi seorang yang tumbuh menjadi seseorang yang penuh dengan rasa curiga terhadap orang lain. Efek jangka panjang ini dapat membuat mereka akan sulit untuk membangun hubungan dengan orang lain, bahkan lebih suka menyendiri dibandingkan dengan bergaul dengan orang lain. Tapi ingat tidak semua orang yang suka menyendiri merupakan orang yang pernah mengalami kekerasan di sekolah, ada beberapa orang juga yang lebih cenderung suka menyendiri karena faktor kepribadian Bahkan menurut penelitian beberapa korban kekerasan anak lebih berisiko untuk sulit mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan asmara..

  1. Akan mengalami masalah kesehatan

Trauma yang didapatkan anak akibat kekerasan dapat meningkatkan resiko kesehatan baik itu secara fisik bahkan secara mental. Secara fisik umumnya seperti asma, penyakit jantung, serangan jantung, panik hingga depresi yang berlebihan. Bahkan mereka yang mendapatkan kekerasan secara fisik dan mental lebih memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi untuk mengkonsumsi alkohol sehingga obat obatan. Tidak hanya itu dalam tingkat yang lebih ekstrim mereka cenderung memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri 

  1. Menjadi pelaku kekerasan

Secara umum mereka yang mendapatkan kekerasan sewaktu kecil akan melakukan tindakan yang sama pada anak anak mereka kelak. Secara sadar maupun tidak sadar itu mungkin bisa terjadi, karena memang begitulah siklusnya. Maka dari itu penting bagi setiap anak yang mendapatkan kekerasan dari orang tuanya untuk bisa mendapatkan rehabilitasi untuk mengatasi trauma yang mereka dapatkan.

Al Masoem sebagai sekolah yang melarang kekerasan fisik pada anak

Al Ma’soem menjadi sekolah pelopor anti kekerasan secara fisik dan menghina pada anak. Maka dari itu kami menggunakan hukuman dengan sistem poin pelanggaran, tidak main main poin pelanggaran ini mampu membuat anak bahkan dikembalikan kepada orang tuanya jika melanggar. Sehingga efeknya tidak hanya membuat anak jera tapi juga dapat membuat anak takut untuk melanggar peraturan yang ada. Tapi meski begitu kami tentu saja membuat sebuah pola agar siswa tidak melanggar, jadi sebisa mungkin kami melakukan trik pencegahan siswa agar tidak sampai melanggar pelanggaran yang tidak perlu.

Hukuman poin pelanggaran ini berlaku juga bagi pengelola yang tidak mampu mendidik siswa menjadi siswa yang teladan dan berkarakter baik. Maka dari itu lulusan Al Masoem tidak hanya pandai dalam akademik tapi juga berkarakter unggul yang jauh dari hukuman secara fisik yang berakibat pada kekerasan pada anak.