Whatsapp image 2025 08 01 at 09.17.23

Sekolah vs ChatGPT: Siapa yang Lebih Bisa Bentuk Karakter Anak?

Di era digital saat ini, teknologi berkembang begitu pesat hingga masuk ke ruang belajar anak-anak. Salah satu inovasi yang ramai dibicarakan adalah ChatGPT di sekolah. Dengan kemampuannya menjawab pertanyaan, memberikan ide, dan membantu menyelesaikan tugas, AI seperti ChatGPT menjadi alternatif pembelajaran yang menarik. Namun, muncul pertanyaan penting: apakah AI bisa menggantikan sekolah dalam membentuk karakter anak, terutama di konteks pendidikan Islam di Bandung seperti di Al Masoem?

Tantangan AI terhadap Pendidikan Konvensional

AI memberikan kemudahan yang luar biasa. Anak-anak bisa bertanya apa saja, dari sains hingga sastra, tanpa menunggu guru. ChatGPT bisa menjadi tutor pribadi yang “tidak pernah lelah” dan selalu siap memberikan jawaban. Inilah yang membuat orang tua dan sekolah tertarik menggunakan teknologi ini sebagai bagian dari pembelajaran modern.

Namun, perlu diingat bahwa meski ChatGPT di sekolah membantu memahami materi, AI belum memiliki kapasitas untuk menanamkan nilai, moral, dan etika secara mendalam. AI bekerja berdasarkan data dan algoritma, bukan pengalaman hidup atau kepekaan sosial. Misalnya, ChatGPT bisa menjelaskan konsep kejujuran, tapi tidak bisa secara langsung membimbing anak-anak untuk menerapkan kejujuran dalam interaksi sehari-hari.

Sekolah: Fondasi Karakter Anak

Pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, tapi juga soal pembentukan karakter. Di sekolah, guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pembimbing, teladan, dan pengawas moral. Di lingkungan seperti Al Masoem, pendidikan Islam di Bandung menekankan nilai-nilai akhlak, disiplin, dan tanggung jawab sejak dini. Anak-anak belajar bagaimana berinteraksi dengan teman, menghormati guru, dan mengatasi konflik, hal-hal yang AI belum bisa gantikan.

Karakter anak terbentuk melalui pengalaman sosial, bimbingan personal, dan pembiasaan nilai secara konsisten. Guru bisa melihat ekspresi siswa, menangkap masalah yang tidak tertulis, dan memberikan arahan yang personal. Sedangkan ChatGPT bekerja secara netral, tidak bisa membaca nuansa emosional atau memahami konteks kehidupan anak secara menyeluruh.

Sinergi AI dan Sekolah: Pendekatan Modern yang Seimbang

Tentu bukan berarti AI tidak berguna. AI dan karakter anak bisa bersinergi jika dimanfaatkan sebagai alat bantu, bukan pengganti. ChatGPT dapat digunakan untuk:

  • Membantu anak memahami pelajaran dengan cara yang interaktif.

  • Memberikan latihan tambahan di luar jam sekolah.

  • Menjadi sumber inspirasi kreatif, misalnya dalam menulis cerita atau proyek sains.

Namun, inti pendidikan tetap berada pada sekolah dan guru. Di Al Masoem, misalnya, penggunaan teknologi dipadukan dengan metode pembelajaran yang menekankan akhlak dan nilai Islam. Anak-anak belajar membaca, menulis, dan berhitung, sekaligus belajar bersikap jujur, sabar, dan bertanggung jawab.

Kenapa Nilai dan Karakter Lebih Penting daripada Sekadar Jawaban Cepat

AI memang cepat dan akurat dalam memberikan jawaban. Tapi pendidikan karakter tidak bisa dipercepat. Proses belajar untuk menanamkan kejujuran, empati, dan tanggung jawab memerlukan waktu dan pengalaman langsung. Anak-anak harus melalui trial and error, diobservasi oleh guru, dan diberi contoh nyata. ChatGPT bisa membantu menjelaskan konsep, tapi tidak bisa memastikan anak benar-benar menginternalisasi nilai tersebut.

Selain itu, teknologi tidak selalu bisa mengajarkan anak untuk menghadapi kesulitan hidup. Guru dan sekolah adalah tempat anak belajar menghadapi tantangan, bekerja sama dengan teman, dan memahami konsekuensi dari tindakan mereka. Ini adalah aspek penting dari pembentukan karakter yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya pada AI.

Menjadi Generasi Tangguh di Era Digital

Di dunia yang semakin terdigitalisasi, anak-anak perlu mampu menggunakan teknologi tanpa kehilangan nilai-nilai dasar. Penggunaan ChatGPT di sekolah bisa menjadi jembatan antara dunia digital dan pendidikan konvensional. Namun, fondasi karakter tetap dibentuk melalui interaksi manusia, pengalaman nyata, dan pembiasaan nilai.

Sekolah seperti Al Masoem di Bandung membuktikan bahwa pendekatan yang menggabungkan teknologi dan pendidikan karakter adalah kunci. Anak-anak tidak hanya mahir secara akademik, tetapi juga berakhlak baik dan mampu menghadapi tantangan kehidupan. Ini adalah bukti bahwa meskipun AI membantu belajar, guru dan sekolah tetap menjadi fondasi pembentukan karakter anak.

Kesimpulan

Munculnya AI seperti ChatGPT memang menantang sistem pendidikan konvensional, namun bukan berarti menghapus peran sekolah. AI adalah alat bantu, sementara guru dan sekolah tetap menjadi pilar utama dalam membentuk karakter anak. Penggunaan teknologi harus bijaksana: mempermudah proses belajar tanpa mengurangi esensi pendidikan karakter.

Di Al Masoem, pendidikan Islam di Bandung, nilai-nilai akhlak dan pendidikan akademik berjalan seiring. AI dapat mendukung proses belajar, tetapi interaksi manusia, bimbingan guru, dan pengalaman sosial tetap menjadi faktor utama dalam membentuk anak yang cerdas, berakhlak, dan tangguh. Dengan begitu, anak-anak tidak hanya siap menghadapi dunia digital, tetapi juga mampu menjadi pribadi yang penuh integritas.