Siksaan berupa Kemarau yang Panjang, tidak Membuat Firaun dan Umatnya Insaf

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

وَلَقَدْ  اَخَذْنَاۤ  اٰلَ  فِرْعَوْنَ  بِا لسِّنِيْنَ  وَنَقْصٍ  مِّنَ  الثَّمَرٰتِ  لَعَلَّهُمْ  يَذَّكَّرُوْنَ

“Dan sungguh, Kami telah menghukum Fir’aun dan kaumnya dengan (mendatangkan musim kemarau) bertahun-tahun dan kekurangan buah-buahan, agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 130)

Kesulitan dan ancaman, seharusnya membuat hati menjadi lembut, dan akan menghadapkan wajah kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang untuk memohon pertolongan dan belas kasih-Nya

Dalam tafsir lengkap Kementrian Agama RI; Dalam ayat ini dijelaskan bahwa cobaan yang ditimpakan kepada Firaun berupa musim kemarau yang panjang, yang mengakibatkan timbulnya kesulitan hidup bagi mereka, cobaan ini seharusnya menimbulkan keinsafan dalam hati mereka, bahwa kekuatan dan kekuasaan yang mereka miliki selama ini bukanlah merupakan kekuatan dan kekuasaan tertinggi, masih ada kekuatan dan kekuasan Allah Yang Kuasa mendatangkan azab yang tidak dapat mereka atasi. Jika ada kesadaran semacam itu dalam hati mereka tentu mereka akan mengubah sikap dan perbuatan mereka, terutama kepada Bani Israil. Di samping itu, mereka menerima seruan Nabi Musa serta meninggalkan keingkaran mereka terhadap Allah.

Azab yang diturunkan Allah kepada hamba-Nya senantiasa mengandung pelajaran dan pendidikan. Sebab, pada saat manusia menghadapi kesulitan dan kesukaran hidup, hatinya akan menjadi lembut, akan menghadapkan wajahnya kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang untuk memohon pertolongan dan belas kasih-Nya. Di samping itu, ia juga akan berusaha memperbaiki tingkah lakunya dengan melakukan perbuatan yang diridai Allah. Akan tetapi, bila kesulitan dan kesukaran itu tidak mengubah sikap dan tingkah lakunya, dan tetap ingkar kepada Allah serta senantiasa berbuat kemaksiatan, maka mereka benar-benar orang yang merugi dan amat sesat karena kesulitan yang mereka hadapi tidak menimbulkan keinsafan dan kesadaran bagi mereka, bahkan sebaliknya menambah keingkaran dan kedurhakaan mereka terhadap Allah. Demikianlah keadaan Firaun dan para pengikutnya.

Kemarau yang panjang itu, Allah jadikan sebagai musibah dan peringatan kepada Fir’aun, bahwa ada kekuasaan yang lebih tinggi, yaitu Kekuasaan Mutlak Allah.

Sebelum azab turun, Nabi Musa memerintahkan Fir’aun untuk membebaskan Bani Israil dari perbudakan dan menerima ajakan Nabi Musa untuk beriman kepada Allah swt. Namun Fir’aun yang kesombongannya sampai mengaku sebagai Tuhan itu menolak, begitupula para pengikutnya, sehingga Allah swt menurunkan azab berupa musim kemarau panjang, hama pada buah-buahan, angin topan, dan sebagainya.

Dalam tafsir Buya Hamka juga disebutkan, bahwa pada zaman Fir’aun yang khawatir kekuasaannya direbut, maka memerintahkan bayi dan anak laki-laki agar dibunuh. Hingga kemudian Fir’aun ditimpa oleh bahaya yang tidak mampu dia atasi, yakni kekeringan atau kemarau panjang.

Hujan tidak turun pada waktunya, sungai Nil tidak besar buih airnya sebagaimana yang diharapkan pada tiap-tiap tahun. Lantaran itu tanah menjadi keting, dan lantaran itu pula hasil buah-buahan atau pertanaman menjadi rusak. Ketika musibah itu datang, harusnya mereka insaf bahwa ada lagi kekuasaan yang lebih tinggi, yaitu Kekuasaan Mutlak Allah. Tetapi ternyata, cobaan-cobaan semacam itu, tidak membuat mereka mau insaf.

صُمٌّۢ  بُكْمٌ  عُمْيٌ  فَهُمْ  لَا  يَرْجِعُوْنَ

“Mereka tuli, bisu, dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 18)

Dalam tafsir ringkas Kementrian Agama RI dijelaskan bahwa mereka seperti orang tuli, sebab mereka telah kehilangan fungsi pendengaran dengan tidak mengikuti kebenaran yang didengar. Mereka juga seperti orang bisu karena tidak mengucapkan kebenaran oleh sebab hati mereka tertutup, sehingga tidak tergerak melakukan itu. Dan mereka juga seperti orang buta, karena kehilangan fungsi penglihatan, baik melalui mata kepala (basar) ataupun mata hati (basirah), dengan tidak mengambil pelajaran dari hal-hal yang mereka lihat, sehingga pada akhirnya mereka tidak dapat kembali dari kesesatan itu kepada kebenaran yang telah mereka jual dan tinggalkan

“Ya Allah, bantulah untuk memiliki hati yang lembut, terbuka, dan penuh dengan kasih sayang dan bimbimlah untuk selalu mencari kebenaran dan menerima kebenaran dengan lapang hati.