Almasoem.sch.id,- Beberapa tahun lalu muncul wacana rencana pemerintah menambah jam Pelajaran Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti.
"Penambahan jam pelajaran ini dari dua jam pelajaran menjadi empat jam pelajaran per Minggu. Penambahan jam pelajaran ini bukan jaminan dalam pembentukan karakter siswa," kata Direktur Pendidikan Al Ma'soem, Asep Sujana
Al Ma'soem sendiri.memandang pendidikan agama maupun Budi pekerti tidak sebatas pelajaran, melainkan juga harus dilakukan dengan pembiasaan (riyadoh), lingkungan mendukung, pemotivasian, dan keteladanan.
"PAI dan Budi Pekerti jangan lagi sebatas hafalan dan pengetahuan. Bedakan antara Islam sebagai ajaran yang harus dipraktikkan dengan Islamologi," katanya.
Dia mencontohkan sosok Snouck Hugronye yang memecah belah kaum Muslimin Indonesia, padahal dari segi pengetahuan Islam amat mumpuni.
"Snouck itu hafal Alquran, Bahasa Arabnya hebat, namun yang dilakukan malah politik pecah belah yang berdampak sampai saat ini," katanya.
Menurut Asep Sujana, PAI sebagai upaya membentuk karakter tidak bisa berdiri sendiri karena berhubungan dengan lingkungan sekitar.
"Untuk membentuk karakter anak harus ada keteladanan atau modelling. Kalau keluarga dan lingkungan masih karut marut, maka katakter anak tak terbentuk malah anak akan bingung," katanya.
Selain keteladanan, pembentukan karakter juga harus dengan pembiasaan atau bahas sufi adalah riyadoh. "Tak bisa kita ajarkan salat, tapi tanpa adanya pembiasaan salat. Demikian pula pembiasaan kejujuran tidak akan bisa apabila dalam ujian masih curang atau menyontek demi nilai," ucapnya.
Hal lain yang diperlukan dalam pendidikan budi pekerti (karakter) adalah pemotivasian berupa dorongan kepada anak didik. "Mendidik itu harus tekun, sabar, dan berpikir positif kepada anak-anak didik," katanya.
Para siswa akan tumbuh kesenangan untuk belajar apabila guru dan orangtua memberikan dorongan positif.***