Oleh : Asep Sujana, Drs. M.M Sejalan dengan mengemukanya perdebatan di berbagai diskusi formal dan media masa tentang sanksi hukuman mati bagi seorang koruptor, penulis menyoroti sisi yang lain yaitu bukan pada sanksi tapi perlunya pembinaan sikap dan karakter terutama pada anak usia sekolah. Korupsi di Negeri ini sepertinya telah merasuki berbagai sendi kehidupan ,sehingga menuntut partisipasi berbagai kalangan untuk memberantasnya termasuk dari kalangan dunia Pendidikan.
Memasukan materi tentang korupsi pada struktur kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah adalah salah satu upaya pembinaan generasi bebas korupsi, dalam aplikasinya hal itupun sulit untuk dilaksanakan karena harus melaui kajian dan analisis dari birokrasi yang panjang sehingga prilaku korupsipun cenderung masih terpelihara. Berikut ini penulis sampaikan system yang telah diterapkan di SMP dan SMA Al Ma’soem Jatinangor, pada tata tertib/aturan yang diberlakukan pada siswa ada satu pasal yang mengatakan bahwa jika siwa menyontek pada saat ujiaan/ulangan baik harian , tengah semester maupun dikuatkan dengan bukti fisik temuan alat contekan , maka kepada siswa tersebut dikenkan sanksi 100 poin, artinya siswa tersebut dikenakan sanksi tanpa tahapan tapi langsung dikembalikan pada orang tuanya.
Sebelum pemberlakuan sanksi tersebut, diawal masuk sebagai siswa kepada orang tua dan siswa disodorkan tata tertib untuk dipahami terlebih dahulu, jika telah memahami dan bersedia menjalankan tata tertib tersebut maka keduanya dipersilahkan untuk menandatangi tata tertib tersebut, sehingga ketika kami harus mengembalikan siswa ditemukan nyontek tersebut tidak ada perdebatan ataupun diskusi yang saling mempertahankan. Mengapa sanksi untuk prilaku menyontek dikategorikan berat?
Hakekatnya perbuatan tersebut telah mengambil hak dan merugikan siswa lainnya sehingga tak bedanya dengan perbuatan korupsi. Dengan dasar itu kami kami mengembangkan suatu slogan yang secara tidak langsung akan membentuk siswa untuk menjauhinya, yaitu NYONTEK EMBRIO KORUPTOR. Memperhatikan hal yang lainnya, tidak bisa dipungkiri bahwa tidak sedikit siswa selalu punya keinginan untuk menyontek karena hal tersebut diangggap perbuatan yang biasa-biasa saja, padahal jika dibiarkan hal itu akan membentuk siswa terbiasa dan bukan mustahil akan terbawa sampai dewasa. Di saat dewasa pola pikir yang tertanampun bukanhanya mecari peluang tapi malah menciptakan peluang untuk berkorupsi.
Akhirnya penulis berkesimpilan bahwa hakekatnya salah satu tujuan pendidikan adalah pembentukan prilaku, alatnya antara lain adalah tata tertib yang harus ditegakkan semaksimal tanpa pandang bulu, berikanlah sanksi tegas pada perbuatan yang mengarah pada pembentukan prilaku negative.